Monday 18 January 2016

SURAT MERAH

Kekesalan Sarah mencuat lagi. Orang itu selalu saja menguntit dirinya dan membuatnya tak nyaman.
“Tak bisakah kau berhenti menjadi penguntit, Andi?” Tanpa menoleh, Sarah berteriak kesal.
“Karena aku senang di sampingmu,” jawab seseorang di belakangnya.
“Kenapa kau senang di sampingku?” Kali ini ia berbalik 180 derajat dan menatap tajam pada seseorang yang tak asing lagi baginya.
“Karena aku merasa nyaman,” ucapnya dengan sorot mata yang tulus, berharap orang yang menatapnya akan luluh.
“Hentikan atau kepalamu akan kuremuk!!!”
Andi maju  beberapa langkah, pelan-pelan hingga berada tepat di depan Sarah. Sarah sendiri sudah siap menampar pipinya, tapi ia kalah cepat dengan tangan Andi yang menghalangi. Dengan berbisik, Andi mengatakan sesuatu. “Jangankan kepala, seluruh tubuhku pun boleh kau remuk. Asal jangan kau remukkan hatiku yang hanya sekeping.”
Cut! Akting yang bagus.” Sutradara memberi dua jempol untuk mereka, pertanda kalau ia puas. Beberapa crew juga memberikan tepuk tangan.
Andi dan Sarah menyudahi akting mereka dan menuju tempat istirahat. Air mineral yang dilemparkan Andi pada Sarah langsung ditangkap dan diminum.
“Akting yang bagus,” puji Andi.
“Terima kasih. Kau juga,” pujinya dengan senyum, kontras sekali dengan kemarahannya bak singa lapar.
Andi menyenggol bahu Sarah saat melihat sebuah mobil Mazda CX-5 warna merah merayap menuju lokasi syuting. Yang disenggol menoleh padanya dengan penuh tanda tanya. “Hey, lihat siapa yang datang!”
Sarah mengikuti arah pandang Andi dan menemukan sosok pangeran di sana. Refleks ia berteriak “hay” pada seseorang yang keluar dari mobil itu yang langsung disambut dengan lambaian tangan. Orang yang berperawakan kekar dan berpenampilan perlente itu adalah calon suaminya. Ia datang menghampiri Sarah yang sudah berdiri menunggu.
“Hai, Sayang. Bagaimana syutingmu?”
“Sutradara puas,” jawabnya sedikit manja.
Andi menghampiri mereka berdua dan menjabat tangan calon suami Sarah. “Selamat ya, kudengar kalian akan menikah tiga hari lagi. Semoga kalian adalah orang yang tepat bagi satu sama lain.” Andi memberikan ucapan yang disertai sedikit senyuman.
“Aku dan Hery merasa saling membutuhkan dan kuyakin ia adalah pilihanku.” Sarah menatap Hery yang sudah menatapnya lebih dulu. Tatapan mereka beradu sesaat sebelum Hery menawarkan ajakan pulang yang langsung disambut anggukan kepala Sarah.
@@@
Gaun pengantin putih satin masih menggantung rapi di sudut kamar. Sembari menyisir rambutnya, ia memandangi dan membayangkan betapa anggun dirinya dalam balutan gaun itu. Ya, tiga hari lagi ia akan melepaskan gelar single dan menambahkan nama Susanto di belakang namanya menjadi Sarah Susanto. Ia pun mengulum senyum bahagia yang menampilkan sederetan gigi putihnya.
Ah, kenapa tiga hari terasa sangat lama? Padahal dulu waktu sekolah, tiga hari menjelang masuk terasa sangat cepat. Aku membayangkan betapa gagahnya Hery dalam balutan tuxedo hitam. Pasti ia sukses membuatku ternganga. Lagi-lagi ia tersenyum, menatap dirinya di kaca dan memilin-milin rambutnya. Kalau begitu aku juga harus tampil cantik di hadapannya.
Sarah beranjak menuju tempat tidur dan menarik selimutnya. Namun niatnya batal tatkala melihat sesuatu tergeletak di lantai. Ia segera beranjak dan memungutnya. Selembar kertas yang dilipat berisi tulisan dengan tinta merah bercahaya.
“Siapa pun yang menerima surat ini, aku pastikan ia akan mati di hari pernikahannya, kecuali bila ia membatalkan pernikahannya.”
Deg! Apa-apaan ini? Teror macam apa ini? Siapa yang tega merusak kebahagianku? Benar-banar tak punya hati.
@@@
Siang ini Sarah datang menemui Hary yang sedang bekerja di kantor dan mengajak makan siang bareng. Ia akan menunjukan surat teror yang didapatnya tadi malam. Hery sendiri tak mengerti setelah membaca surat itu. Pasti seseorang yang membenci pernikahan mereka ada di balik semua ini.
“Kau tak perlu khawatir. Pasti ini ulah orang yang tak suka kita bahagia. Lagi pula kau harus yakin bahwa hidup dan mati adalah kuasa Tuhan,” hiburnya pada Sarah yang menangis di sampingnya.
“Jika aku harus mati, setidaknya aku mati setelah kita punya banyak anak dan cucu yang lucu-lucu.”
“Iya, kita akan punya banyak anak dan cucu yang lucu-lucu. Lebih baik kau pulang dan jaga dirimu baik-baik. Jangan lupa berdoa untuk kesuksesan pernikahan kita. Ingat, Tuhan bersama kita dan Dia tahu yang terbaik buat umatnya.”
Hati Sarah sedikit lega mendengar penuturan Hery. Ia tak boleh percaya begitu saja pada tipuan kelas teri macam itu. Ia harus yakin pada dirinya bahwa semuanya akan baik-baik saja.
“Lalu, kita apakan surat ini?”
Hery mengambil kertas itu lalu mengeluarkan batang korek dan membakarnya hingga habis tak tersisa. “Sekarang tak ada lagi yang akan menteror kita. Lagi pula kita tak punya waktu untuk hal remeh temeh seperti ini.”
“Terima kasih, Hery. Karnamu aku jadi merasa lebih baik. Kalau begitu aku pulang dulu.”
“Hati-hati,” pesannya.
“Tentu,” balasnya yang diikuti dengan jejaknya yang hilang dibalik kaca mobil.
Sebenarnya Hery ingin mengantarnya pulang, tapi dokumen-dokumen penting sudah menanti sejak ia tinggal makan siang dengan Sarah. Mereka sudah tak sabar untuk dibelai-belai kembali.
@@@
Beberapa hari ini Sarah tampak pucat.. Ia masih saja memikirkan surat merah yang datang tak diundang kemarin malam. Meski ia sudah dinasihati Hery, tetap saja memori mengenai pesan dari surat itu masih tereingat jelas. Sarah jatuh sakit selama beberapa hari dan hampir saja masuk rumah sakit. Untung saja keyakinannya untuk sembuh dan bahagia di hari pernikahannya tidak goyah sehingga ia berangsur-angsur pulih.
Tepat di hari H suasana meriah dan mewah terpancar dari rumah sang mempelai wanita. “Bagaimana dekorasinya, Pak?” tanya Ayah Sarah pada sang desainer interior.
“Semua beres, Pak. Beberapa karangan bunga berisi ucapan “Happy Wedding ” dan sejenisnya tertata rapi di halaman rumah. Mansion rumah sudah ditata dengan desain interior elegan. Saya yakin, baik tamu maupun mempelai akan puas dan merasa nyaman.”
“Bagus. Lanjutkan pekerjaanmu. Aku akan kembali ke dalam.”
Di kamar, kecantikan Sarah terpantul dari cermin melebihi kecantikan Afrodit – dewi yang terkenal cantik dalam mitologi Yunani. Dalam balutan gaun satin ini, kecantikan dan keanggunannya terpancar. Setelah penataan terakhir dengan memasang jepit di rambutnya, Sarah siap turun ke bawah untuk melaksanakan upacara pernikahan.
“Kau pasti akan baik-baik saja. Ibu yakin.” Supportnya dengan dibalas anggukan pelan Sarah.
Prosesi upacara pernikahan berjalan lancar seperti yang diharapkan. Semua orang dalam balutan pakaian putih di ruangan itu memberikan ekspresi bahagia. Mereka ikut merasakan perasaan bahagia kedua mempelai tepat setelah mereka selesai mengucapkan janji suci.
 “Apa aku bilang? Jangan percaya dengan tipuan. Mati dan hidup adalah milik Tuhan.”
Sarah tersenyum melihat Hery yang nyengir kuda. “Sekarang aku tak takut bila seandainya malaikat maut akan menjemputku karena aku yakin kau akan melawannya...”
“Ssstt... jangan lagi ucapkan itu.” Hery menempelkan jarinya di bibir mungil Sarah. “Atau aku akan...” Yah, kalian pasti akan tahu sendiri apa yang akan mereka lakukan, apalagi pasangan yang baru saja menikah beberapa menit lalu.
Belum sempat Hery menjalankan niatnya, seseorang datang menyelonong tanpa permisi dan berteriak. “Apakah kalian sudah menikah?” pertanyaan bodoh yang hanya ditanyakan orang tak waras itu pun keluar dari mulutnya.
“Apa maksudmu, Andi?” tanya Sarah
“Seperti yang kau lihat, kami sudah resmi menjadi suami istri,” jawab Andi.
“Sarah, maafkan aku.”
“Untuk apa? Kau tak salah apa-apa. Kenapa minta maaf?”
“Aku yang mengirimkan surat merah padamu beberapa hari lalu agar kau membatalkan pernikahanmu. Maafkan aku, aku menyesal telah melakukan ini padamu. Seharusnya aku bisa melihatmu bahagia karena aku mencintaimu...” Beberapa orang terpekik mendengar pengakuan terlarang dari Andi, tapi Andi cuek saja dan tetap menyatakan perasaannya. “Aku tahu aku salah. Aku mungkin tak pantas berada di sini dan mengacaukan pestamu. Namun, ini justru lebih baik daripada aku harus menyimpan kebohongan ini sendiri. Meski cintaku padamu tak pernah terbalas, setidaknya engkau sudah tahu dan setelah itu kau boleh mengabaikannya. Aku pergi. Permisi.”
“Tunggu! Jangan pergi dulu, Andi.” Dengan susah payah Sarah berlari menuju Andi yang sudah berjalan sampai pintu. Tanpa permisi ia memeluk Andi dan menangis. “Walau kau telah menjahatiku, kau tetap sahabatku. Aku senang kau mau jujur. Aku akan tetap menganggapmu sebagai sahabatku sampai kapanpun.”
“Terima kasih, Sarah.”
“Semoga kau segera menemukan separuh jiwamu.”
Kedua sahabat itu berpelukan lagi dan seakan merekalah pengantinnya. Hery sendiri masih berdiri tanpa mampu melakukan sesuatu, bahkan melarang Sarah. Ia memang istrinya, tapi bukan berarti ia bisa membatasi hak istrinya.

Keyakinan, Kekuatan dalam Hidup


            Tuhan telah menciptakan manusia tak lebih baik dari hewan. Akan tetapi, manusia kemudian dilengkapi dengan akal dan perasaan. Hewan punya otak, punya perasaan, tapi tak punya akal. Akal itulah yang membuat manusia bisa mengendalikan perasaan, pemikiran, imajinasi, dan apa pun yang dikehendakinya. Pusat dari tercapainya apa yang diinginkan oleh manusia itu adalah keyakinan.
            Akal telah membuat manusia mengubah apa yang ada sesuai dengan kehendaknya. Perubahan itu berawal dari imajinasi yang muncul dari pemikiran. Ilmu pengetahuan bisa terbatas, tetapi imajinasi manusia tidak tak terbatas. Ya, semustahil apapun keinginan manusia, jika ia yakin itu terjadi, maka Tuhan akan mengabulkan. Seperti kata pepatah, tak ada yang tak mungkin di dunia ini.
            Lalu bagaimana agar kita yakin dengan kemampuan kita yang mungkin kurang mumpuni? Usaha dan doa adalah komponen keberhasilan. Namun, keduanya tak akan berhasil jika tidak ada keyakinan kuat untuk berhasil. Keyakinan saja tidaklah cukup. Ibaratkan ingin nikah, tapi tak mau nikah. Hanya yakin bahwa dirinya telah nikah. Tentu saja nikah itu tidak bisa hanya dipikirkan lalu tiba-tiba sudah ada pasangan. Berbeda dengan makan, mungkin hanya dengan sugesti/keyakinan, “aku tetap kenyang!”, maka tidak akan lapar. So, keyakinan butuh usaha dan doa.
            Lalu apa yang akan didapat setelah yakin, usaha, dan doa? Tuhan telah menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin di tempat yang sekarang ditinggali. Apapun yang terjadi, pastilah ditentukan oleh takdir. Namun, takdir bisa dirubah. Sifat Tuhan adalah apa yang manusia yakini. Kalau manusia yakin Tuhan bisa mengabulkan, maka apa yang manusia inginkan terjadi pasti terjadi. Namun, harus tetap berprinsip, bahwa apa yang terjadi tak lepas dari takdir. Pada akhirnya, keyakinan tidak bisa sepenuhnya melawan takdir.

            Takdir yang tidak bisa diyakini tidak akan terjadi adalah kematian manusia. Karena ketika mati,berarti sudah tak ada lagi harapan dan keyakinan yang bisa dipupukkan. Manusia tak bisa yakin dan berharap bahwa yang mati akan bangkit lagi seperti sedia kala. Karena seperti judul di atas, keyakiann hanya kekuatan dalam hidup, di dalamnya termasuk harapan.

Followers