Wednesday 31 May 2017

Contoh Analisa Psikologi Sastra

Konflik dan Mekanisme Pertahanan Tokoh dalam Novel Sang Pangeran Pati karya Fitri Gunawan
Siti Nur Aisyah
2611414006
Sastra Jawa

PENDAHULUAN
Dewasa ini, kehidupan modern berkat globbalisasi telah merambah ke berbagai sudut kehidupan di bumi. Suatu kebdayaan tertentu pun lambat laut telah bertransformasi ke budaya modern. Budaya modern ialah budaya yang berkecimpung di dunia metropolitan dengan orang-orang yang sibuk, serba cepat dan tepat, serta memakai konsep kehidupan yang hampir sama dengan masyarakat kota di negara manapun.
Pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pembaca. Kekuatan pengaruhnya lebih tajam daripada pistol maupun pedang. Tak perlu menggunakan kekerasan, karena pers bekerja dengan cara mempengaruhi pikiran pembaca. Namun, apa jadinya jika pers telah memapu merusak pikiran pembaca dengan hal-hal yang tidak benar. Tau bahkan pers telah dikuasai oleh suatu golongan tertentu sehingga tidak dapat menunjukkan gagasan murninya.
Pers harislah bersifat netral, tidak memihak manapun. Selalu mengabarkan kebenaran adalah hal yang pertama disampaikan. Itulah kenapa berita harus menjadi fakta, terpercaya, dan aktual.
Kehidupan pers seyogyanya melaporkan suatu peristiwa secara cepat, tepat, dan akurat. Pers dalam menyampaikan informasi tidak boleh merugikan pihak yang memberi informasi. Sebagai media massa, seharusnya pers tidak terpengaruh atau memihak golongan-golongan tertentu.
Novel Sang Pangeran Pati merupakan novel karya Fitri Gunwan. Novel terbit di tahun 2013 sebagai bentuk lanjutan adanya kritik sastra tentang novel tersebut. Novel ini awalnya berupa cerita sambung dengan 27 seri yang pernah diterbitkan di majalah Panjebar Semangat. Tema yang diangkat dan situasi yang digambarkan sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Novel bergenre roman ini mengulas tentang kehidupan para wartawan di dunia pers yang berada di kota Surabaya. Diceritakan pula bahwa pers Cahaya Kita  merupakan pers yang sangat terkenal di Surabaya. Sebagai pers yang cukup maju di bidangnya, tentu saja pekerjanya pun maju di bidang ekonomi.
 Suryo sebagai salah satu tokoh dalam novel tersebut memiliki kedudukan sebagai wakil pimpinan redaksi, mendampingi Prihastuti Kusumo sebagai wakil pimpinan redaksi. Namun, di dalam sepak terjangnya, Suryo malah berkhianat. Ia berbuat tidak sesuia dengan prinsip yang dipegang oleh media persnya. Ia juga cenderung mendukung suatu golongan. Bahkan, ia rela mengadu domba demi uang.
Apa yang dilakukan Suryo tersebut dipicu rasa bencinya kepada ayah Surtikanti, pacarnya. Ayahnya dulu menghinanya karena miskin. Sekarang, ia ingin membuktikan bahwa seorang wartawan pun bisa kaya raya asal mau menggunakan taktik, sekalipun itu taktik yang dilarang.
Apa yang dialami Surya dewasa ini mungkin saja terjadi. Bukan hanya motif ekonomi yang melatarbelakangi seseorang matrealistik, tetapi juga sebagai wujud pembuktian dan status sosial bahwa ia mampu melakukan apa yang dulu dipandang tidak mungkin oleh orang lain.
Lika-liku kehidupan para tokoh beserta konflik-konflik yang terjadi silih berganti telah menarik hati penuli untuk mengkajiny lebih dalam lagi. selain mengetahui apa saja konflik yang terjadi, penulis juga akan mengetahui bagaimana pribadi masing-masing tokoh dalam menyelesaikan masing-masing konfliknya. Dengan demikian, pada kesempatan kali ini, penulis mengambil judul “Konflik dan Mekanisme Pertahanan Tokoh dalam Novel Sang Pangeran Pati karya Fitri Gunawan”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di depan, penulis memperoleh beberapa permasalahan sebagai berikut.
1.      Bagimana konflik yang terjadi di dalam novel Sang Pangeran Pati?
2.      Bagaimana mekanisme pertahanan para tokoh dalam menyelesaikan konflik mereka?

LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai novel Sang Pangeran Pati telah banyak dilakukan beberapa di antaranya adalah Kadurjanan ing Jagading Jurnalisme Sajrone Novel Sang Pangeran Pati Anggitane Fitri Gunawan ( 2014). Penelitian yang dilakukan oleh Efi Tri Jayanti dan Darni ini telah dipublikasikan dalam jurnal Baradha. Melalui pendekatan sosiologi sastra diperoleh hasil tiga bagian. Pertama, menggambarkan kecurangan dan kelicikan dalam dunia jurnalistik. Kedua, dunia jurnalistik dapat merendahkan dan mengunggulkan derajat orang, baik melalui cara yang benar maupun curang.
Peneliti lain yang serupa ialah Kohesi dan Konferensi dalam Novel Sang Pangeran Pati Karya Fitri Gunawan (2014). Penelitian menggunakan metode simak dan catat. Dari analisis yang dilakukan diperoleh tiga hasil. Pertama, penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana novel Sang pangeran Pati yaitu  pengacuan, substitusi, elipsis dan konjungsi. Penanda kohesi leksikal yang ditemukan yaitu repetisi, sinonim, antonimi, kolokasi, hiponimi, dan ekuivalensi. Kedua, penanda koherensi yangditemukan yaitu penanda koherensi penenkanan, penanda koherensi simpulan/hasil, dan penanda koherensi contoh. Ketiga. Dominasi yang ditemukan dalam novel Sang Pangeran Pati berupa penanda kohesi gramatikal yang paling dominan yaitu pengacuan sebanyak 62%, penanda kohesi leksikal yang paling dominan berupa sinonim sebanyak 31%, sedangkan penanda koherensi yang paling dominan yaitu penanda koherensi penekanan dengan persentase 58%.
Kedua penelitian diatas meneliti dari segi sastra (sosiologi sastra) dan linguistik. Untuk penelitian menggunakan analisis psikologis (psikologi sastra) belum pernah dilakukan, sehingga penulis berharap penelitian ini dapat menambah wawasan untuk mengetahui lebih dalam isi novel Sang Pangeran Pati.
2.2 Psikologi Sastra dan Kajiannya
Wellek dan Warren  (dalam Wiyatmi, 2011 : 28) menyatakan bahwa psikokogi sastra memiliki empat kemungkinan pengertian. Pertama, psikologi sastra adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi. Kedua, psikologi sastra adalah studi proses kreatif. Ketiga, psikologi sastra adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra. Keempat, psikologi sastra mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Masih menurut mereka, pengertian pertama dan kedua merupakan bagian dari psikologi seni, dengan fokus pada pengarang dan proses kreatifnya. Pengertian ketiga terfokus pada karya sastra yang dikaji dengan hukum-hukum psikologi. Pengertian keempat terfokus pada pembaca yang ketika membaca dan menginterpretasikan karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. (Wellek dan Warren dalam Wiyatmi, 2011 : 28)
Dari pendapat ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa psikologi sastra merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner, gabungan antara disiplin ilmu psikologi dan sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan kerangka teori yang ada dalam psikologi. Psikokogi sastra mempunyai empat kemungkinan pengertian, yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau sebagai pribadi, proses kreatif, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan pada karya sastra, dan mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Mengkaji sastra dengan pendekatan psikologi atau sering disebut psikoanalisis mengandalkan teori kepribadian. Teori ini diperkenalkan oleh Sigmund Freud sebagai bapak psikologi dunia. Melalui pendekatan psikologi, kita menjadi mengerti bagaimana keadaan jiwa para tokoh, yang biasanya dalam kehidupan nyata pun dialami oleh beberapa orang. Tak menuntut kemungkinan, di dalam karya sastranya, pengarang menuiskan pengalaman-pengalaman pribadi kehidupannya sehingga seakan apa yang dialami tokoh itu nyata adanya.
Tak hanya mengetahui secara teoritis, melalui khazanah sastra, jika kita mampu menelaah lebih dalam, tentu kita akan mendapat banyak informasi di dalamnya. Watak-watak para tokoh, konflik yang dialami, dan cara penyelesainnya dapat menjadi acuan kita dalam menentukan keputusan atas persoalan hidup.
Dalam ranah sastra, kajian psikologi terbagi menjadi tiga. Tiga hal tersebut meliputi; psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi karya sastra. Suatu karya sastra dapat dianalisis dengan pendekatan psikologis melalui tiga hal tersebut, entah melalui pengarangya, pembacanya, maupun karya sastranya.
Psikologi pengarang dalam hal ini ialah bagaimana kondisi kejiwaan pengarang saat menyusun karya sastra tersebut. Sebuah karya sastra yang unik tentulah diciptakan dalam kondisi kejiwaan tertentu, saat alam bawah sadar pengarang lebih dominan. Jika hendak mengetahui bagaimana kondisi psikologis pengarang, dapat diketahui melalui pertemuan langsung, membaca biografinya, atau mewawancarai orang-orang terdekatnya.
Ruang lingkup psikologi pembaca ialah tatkala membaca sebuah karya sastra, jiwa pembaca mengikuti alunan emosional karya sastra. pembaca akan merasakan sedih, gembira, kesal, marah, dan berbagai luapan emosi lainnya. Seperti dikemukakan oleh Iser (dalam Wiyatmi, 2011: 57) bahwa suatu karya sastra akan menimbulkan kesan tertentu pada pembaca.kesan tersebut muncul lantaran pembaca memiliki kejiwaan yang bisa menimbulkan kesan ketika membaca, menghayati, dan menginterpretasikan karya tersebut.
Terakhir adalah psikologi karya sastra. ada dua cara dalam meneliti sebuah karya sastra dengan pendekatan psikoanalisis. Pertama, mencari dan memahami teori psikologi kepribadian yang abnormal. Kemudian mencari karya sastra yang relevan dengan teori tersebut. kedua, mencari karya sastra kemudian menganalisisnya menggunakan salah salah satu atau beberapa teori untuk menganalisisnya. Cara pertama, menempatkan karya sastra sebgaia bahan penelitian yang pasif, karena hanya berfungsi sebagai pengaplikasian teori. Cara kedua, menempatkan karya sastra sebgai bahan kajian yang dinamis, karena karya sastra yang akan menentukan teori apa yang akan diaplikasikan (Ratna dalam Wiyatmi: 43)
2.3 Konflik dan Mekanisme Pertahanan
Konflik merupakan bagian dari alur. Dalam unsur intrinsik karya sastra, alur adalah sebuah jalan cerita yang menentukan bagaimana cerita itu berlangsung. Ada  lima tahapan dalam alur; perkenalan, konflik, komplikasi, klimaks,  peleraian, dan penyelesaian. (Amminuddin dalam Siswantoro, 2005: 159). Konflik sendiri dibagi atas konflik batin dan konflik lahir.
Menurut Nurgiyantoro (2009:119) konflik batin adalah konflik yang terjadi di dalam hati, jiwa seorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita. Jadi konflik batin merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri atau permasalahan intern seorang manusia. Hal seperti itu terjadi sebagai akibat adanya pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda, harapan-harapan, tujuan, atau masalah-masalah lainnya.
Konflik lahir ialah konflik yang dialami oleh tokoh tidak dengan dirinya sendiri, melainkan dengan hal di luar dirinya. Konflik lahir merupakan kebalikan dari konflik batin. Hal ini terjadi sebagai akibat dari seseorang yang berselisish dengan orang lain, mendapat kecelakaan, dijahati orang, dan sebagaianya yang berkaitan dengan hal di luar diri tokoh.
Seseorang yang mengalami konflik akan mendorong dirinya secara sadar maupun tak sadar untuk beralih mencari objek pengganti. Freud menggunakan istilah mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang membentengi diri dari kecemasan, ancaman –ancaman batin maupun lahir dengan cara mendistorsi realitas dengan berbagai cara. (Hilgard dalam Minderop, 2013: 29)
Sumber dari konflik yang menimbulkan kecemasan/anxitas dikemukakan dalam beberapa teori kepribadian: pertentangan id, ego, dan superego (Freud); rasa rendah diri dan perjuangan demi kesempurnaan (Adler); masalah neurotik yang inkonsisten sekaligus mendorong seseorang kerap bertengkar dengan orang lain (Horney); konflik dalam hubungan impersonal (Sullivan); krisisi psikososial dalam pembentukan jatidiri (Erikson). (Minderop, 2013:31)
Ada beberapa macam bentuk mekanisme pertahanan seseorang dalam mengahdapi konflik.
1.      Represi / Penekanan
Suatu bentuk mekanisme pertahanan konflik yang membuat seseorang menekankan konflik sadarnya menuju alam bawah sadar. Misalnya, seseorang yang mengalami implus orientasi seksual tidak pernah menampakkannya dan mencoba mengabaikannya dengan terus aktif di berbagai kegiatan sosial sehingga ia tak pernah punya kesempatan unuk memikirkannya.
2.      Sublimasi
Ketika seseorang mengalami perasaan tidak nyaman terhadap sesuatu yang sudah dianggap nyaman oleh masyarakat umum, maka ia mencoba mencari suatu bentuk pengalihan yang dapat mengatasi rasa tak nyamannya serta diakui oleh masyarakat umum. Contohnya, seseorang dengan hasrat membunuh yang tinggi mengajukan diri sebagai pembunuh bayaran.
3.      Proyeksi
Kekurangan dan rasa bersalah bagi setiap orang kadang menjadi suatu hal yang emengganggu. Jika seseorang itu mengalami hal itu dan menyalahkan orang lain sebagai bentuk pengalihan kesalahannnya, maka hal tersebut disebut proyeksi.
4.      Pengalihan
Pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke objek laiinya yang lebih memungkinkan. Misal dengan implus agresif yang digantikan, sebagai kambing hitam, terhadap orang lain atau objek lain yang bukan sumber frustasi, tapi aman dijadikan sasaran. (Minderop, 2013: 35)
5.      Rasionalisasi
Pertahanan rasionalisasi memberikan dua tujuan: sebagai pengurang rasa kecewa ketika gagal, dan membrikan motif yang bisa diterima atas perilaku. (Hilgrad dalam Minderop, 2013:35). Misalnya: sorang laki-laki yang malas pergi ke pesta beralasan karena ada orang yang tak disukai, menyalahkan orang lain atau keadaan, dan beralasan dengan kepentingan.
6.      Reaksi Formsi
Reaksi formasi dipilih oleh sesorang untuk menghindari anxitas dan  mencegah sikap antisosial. Reaksi formasi yaitu reaksi akibat implus anxitas  yang diikuti oleh kecenderungan yang bertolak belakang dengan kecenderungan yang ditekan. Seseorang yang terlalu sopan dapat disebut sedang dalam mekanisme pertahanan reaksi formasi
7.      Regresi
Apabila seseorang bersikap tidak sewajarnya untuk menarik perhatin orang lain.
8.      Agresi dan Apatis
Agresi yaitu sikap seseorang dalam menyikapi suatu konflik dengan penyerangan dan kerusakan, sedangkan apatis ialah dengan mengabaikan dan mnarik diri seakan pasrah.
9.      Fantasi dan Stereotype
Fantasi ialah ketika seseorang menghadapi konfliknya dengan berkhayal hal yang indah. Stereotip ialah konsekuensi dari fantasi, dimana seseorang terus menerus mengulangi perbuatannya yang tampak aneh dan tak bermanfaat.
2.4 Klasifikasi Emosi
Klasifikasi emosi terbagi menjadi tujuh kategori yang meliputi; konsep rasa bersalah, menghukum diri sendiri, rasa malu, kesedihn, kebencia, dan cinta. Berikut ini akan penulis jabarkan satu persatu.
Rasa bersalah biasanya diikuti dengan perasaan menyesal. Seseorang dapat merasa bersalah apabila ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan moral, ideologi umum, bahkan menghindar dari tanggungjawab. Namun, ada tipe rasa bersalah. Pertama, seseorang mengetahui bahwa ia bersalah. Kedua, seseorang tidak tahu mengapa ia merasa bersalah. Ada beberapa cara dalam menangani rasa bersalah, yaitu dengan mengungkapkan langsung bahwa ia bersalah, melakukan suatu tindakan untuk mengganti rasa bersalahnya, bahkan memendam sendiri perasaan bersalahnya dan hanya ditunjukkan kebaikannya.
Menghukum diri sendiri dilakukan seseorang yang merasa sangat bersalah sehingga ia merasa tak nyaman. Rasa tak nyamannya dapat diatasi dengan cara menghukum dirinya sendiri sebagai bentuk penebusan kesalahan yang amat sangat.
Rasa malu ialah ketika seseorang melakukan sesuatu yang tak seharusnya, tapi tidak sampai membuat si pelaku merasa bersalah. Sebagai contoh, ketika seseorang kentut di depan teman-temannya secara tak sengaja bukanlah merupakan suatu kesalahan, akan ttapi dapat dipastikan bahwa pelau tentu malu dengan keadaannya tersebut.
Kesedihan terjadi karena kita kehilangan apa yang kita miliki, atau melihat suatu hal yang menyentuh batin kita. Menurut Parkes, kesedihan yang berkepanjangan dapat menyebabkan seseorang frustasi, menyalahkan diri sendiri, menyembunyikan kesedihannya. (Minderop, 2013: 44)
Rasa benci disebabkan karena perasaan dendam, marah, iri hati, dan cemburu. Seseorang yang merasa benci dengan orang lain akan merasa puas bila ia dapat melihat kehancurannya atau ia sendiri yang menghancurkan.
Cinta sebagai salah satu klasifikasi emosi memiliki bentuk yang rumit. Cinta tak hanya sebatas ketertarikan pribadi antar orang. Lebih dari itu, hubungan ibu-anak, antar sesama, individu dengan Tuhan, individu dengan negara, dan individu dengan diri sendiri. Kerumitan hubungan tersebut dapat dimasukkan sebagai konflik dalam emosi cinta.

            PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Sang Pangeran Pati
Cerita dimulai ketika Suryo Baskoro (wapimred) menghadap Prihastuti Kususmo (pimred) koran Cahaya Kita. Tuti –nama panggilan Prihastuti Kususmo– meminta pendapat Suryo mengenai kehadiran Walokita yang hendak berkunjung. Kemudian dirinya dimintai bantuan untuk menyiapkan file berkitan dengan Walikota dan megatakan pada sekretaris redaksi untuk menyiapkan file berkaitan dengan Kotamadya. Setelah itu, cerita berganti Suryo yang menggoda Redaktur Opini, memanggil Basuki (koordinator liputan), menginterview Rudi Hamonangan terkait tugas yang hendak diberikan.
Sebagai wakil pimred yang memiliki kewenangan, Suryo berani mengganti opini tentang Walikota. Apa yang dilakukannya itu membuat Yuni, Redaktur Opini marah dan kecewa. Tak hanya itu, Suryo pun menerjunkan reporter baru bernama Rudi untuk mengorek data mengenai korupsi dari Pak Murdanu.
Perbuatan licik Suryo tak cukup sampai di situ. Ia bahkan telah melakukan tindakan curang terhadap media lain. Semua sepak terjangnya telah diketahui oleh pegawai Cahya Kita. Namun, Titi sebagai pimred justru tak mengetahui hal itu. ia juga telah menerima suap sebesar 1 M untuk
Semua yang dilakukan Suryo tak lepas dari dendam masa lalunya karena pernah direndahkan oleh ayah sang kekasih. Surti, kekasihnya adalah orang yang sangat kaya, terhormat, dan sombong. Ayah Surti menabrak sepeda motor Shogun tujuh tahun lalu saat dirinya sedang apel. Kejadian tersebut masih membekas di dadanya, yang membuat dirinya terobsesi dengan uang, bagaimanapun caranya.
Mengetahui perbuatan Suryo yang serba licik dan curang, Pak Broto Kusumo, pemilik Cahaya Kita melakukan reorganisasi. Dalam reorganisasi itu, Surya mendapat bagian sebagai Redaktur Pelaksana.
Sepak terjang Suryo tak berhenti sampai di situ. Sebagai redaktur pelaksana, ia telah berani menggunakan mesin cetak perusahaan untuk membantu saudara iparnya yang hendak mencalonkan diri sebagai gubernur. Kampanye yang diprakarsai olehnya itu telah membawanya kepada petakanya sendiri.
Suryo telah kembali bersama Surti lantaran ayah Surti telah meninggal. Baru sebentar merasakan kebahagiaan, mendadak ia dicelakai oleh orang. Dirinya menhilang selama dua hari tanp kabar sedikitpun. Hal ini membuat semua orang cemas. Rupanya ia disembunyikan di hotel dan dipaksa menuruti keinginan calon gubernur sebagai lawan kakaknya. Hal itu karena ia telah mencemarkan nama baik. Namun, Suryo tetap teguh pendirian.
Belum sempat disakiti, ia telah diselamatkan oleh Surti. Surti mengetahui keberadaan Suryo melalui alat pelacak yang ditaruh di bemper mobil belakang. Semua orang pun turut berempati atas perkara yang menimpa dirinya. Bahkan, Tuti yang gemas pun tak tega melihat Suryo yang diperlakukan seperti itu.
Beberapa waktu kemudian, Suryo dan Surti menikah. Mereka berdua lantas memutuskan untuk melanjutkan studi lanjut S3 di Michingan, Amerika. Hal itu didasari oleh diterimanya pengajuan pendidikan Surti tiga bulan yang lalu. Dan agar lebih leluasa, mereka pun memutuskan untuk menikah.
Cerita berakhir dengan kabar gembira bahwa kakak iparnya, yang dibela mati-matian kini telah menjadi gubenur. Sedangkan salah seorang yang dulu pernah menganiayanya ditemukan tewas di tengah samudra dalam kondisi yang memprihatinkan.
3.2 Tokoh dan Penokohan
Sebelum menganalisis sebuah karya sastra dengan analisis psikologis, maka karya sastra perlu dianalisis dengan  menggunakan teori sastra. di dalam karya sastra terdapat unsur-unsur intrinsik yang meliputi: tema, alur, latar/setting, amanat, sudut pandangdan tokoh dan penokohan. Dalam subbab ini, penulis akan menguraikan lebih lanjut terkait unsur intrinsiknya.
Dalam novel Sang Pangeran Pati, tema yang diusung ialah kehidupan modern dan intelek masyarakat Jawa. Hal ini ditandai dengan penggunaan dialog yang sudah bercampur bahasa Inggris, perguruan-perguruan tinggi luar negeri, berbagai macam merk kendaraan, berbagai orang dengan jabatan yang berpengaruh, dan sikap setiap tokoh dalam menghadapi konflik.
Alur yang digunakan oleh pengarang merupakan alur campuran. Alur maju  terdapat pada bab 1 dan bagian awal bab 2. Kemudian di pertengahan bab 2 alur mundur, menerangkan tentang Suryo yang mengingat kejadian tujuh tahun silam. Untuk bab selanjutnya, 3 hingga 6 mengggunakan alur maju.
Latar terbagi menjadi tiga; tempat, waktu, suasana. Latar tempat terjadi di kota Surabaya, terutama di kantor Cahaya Kita dan daerah sekitarnya. Latar waktu terjadi di zaman sekarang. Menurut penulis, latar waktu terjadi saat periode pemilihan gubernur. Hal itu terlihat dari perjuangan Haryo Guritno dan Suryo dalam mengupayakan berbagai jalan agar sukses menjadi gubernur Surabaya. Suasana yang mewarnai cerita didominasi oleh suasana amarah, meskipun terdapat juga suasana senang (saat Suryo kembali menjalin hubungan dengan Surti), suasana haru (ketika Suryo berhasil diselamatkan Surti), dan suasana takut (saat Tuti menghadiri rapat bersama (Sarikat Penerbitan Pers).
Amanat disampaikan penulis dalam dua cara, tersirat dan tersurat. Secara tersirat, penulis menyampaikan melalui tingkah laku tokoh  dalam lingkungannya dan sikapnya menghadapi tokoh lain, serta dialog antar tokoh. Secara tersurat, penulis menyampaikan pesan di akhir ceritanya, bahwa manusia hanyalah makhluk Tuhan yang menjalani kehidupan sesuai dengna kehendak-Nya.
Sudut pandang yang digunakan oleh penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga seerba tahu. Hal ini dapat diketahui dari teks bahwa kata ganti yang digunakan adalah “dia” atau dengan menyebut namanya. Serba tahu karena penulis mampu menyampaikan apa yang ada di dalam hati setiap tokoh.
Menurut Em Foster dalam opini Tito S. Budi (2013) mengatakan bahwa tokoh terbagi menjadi a flat character dan a round character. A flat character merupakan tipe tokoh denngan perwatakan datar –jika baik, maka akan baik seterusnya, sedangkan a round character  merupakan tokoh dengan sifat yang berubah-ubah, kadang menjadi antagonis, kadang protagonis. Dalam novel ini ada banyak sekali tokoh yang diperankan dalam cerita.
3.3 Konflik dan Penyelesaian
Secara garis besar, novel Sang Pangeran Pati memiliki konflik yang naik turun sehingga mampu membawa kejiwaan pembaca berubah-ubah. Di bawah ini, penulis akan menjabarkan satu persatu konflik yang dialami oleh tokoh cerita beserta klasifikasi emosi dan mekanisme pertahanannya.
·         Suryo Baskoro
Tokoh Suryo Baskoro mengalami beberapa bentuk konflik batin dan konflik lahir. Ada sebanyak 3 konflik batin dan 3 konflik lahir.
  
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Batin
Suryo Baskoro sedih mengingat pernah dihina ayah Surtikanti, kekasihnya.
Suryo mengabaikan karena beberapa waktu kemudian ponselnya berdering. (Apatis)
62
22
Lahir
Suryo merasa dirinya dicap sebagai orang yang bersalah meskpun secara tidak langsung.
Ia merendahkan diri dan mengira orang lain yang melakukannya. (Proyeksi)
63
33
Batin
Suryo tak mendapat restu dari ayah Surtikanti.
Ia memutuskan akan terus memperjuangkan, tak peduli hambatan apa pun yang melintang di depannya, sejkalipun dari ayah kekasihnya. (Agresi)
85
44
Lahir
Suryo turun jabatan dari wapimred menjadi redaktur pelaksana.
Suryo menerima dan berpikir bahwa dirinya pun tetap bisa bertindak meski hanya redaktur pelaksana. (Rasionalisasi)
117-118
55
Batin
Suryo merasa dirinya mendapat karma karena pernah membeli koran media lain.
-
224
66
Lahir
Suryo diculik dan dianiaya. Ia juga dipaksa menuruti kehendak jahat orang lain.
Suryo tetap teguh pendirian dan tidak terpengaruh meskipun tubuhnya sakit. Ia bahkan menantang lebih memilih mati daripada tunduk. (Agresi)
134-141

·         Prihastuti Kusuma
Prihastuti Kusuma, dalam cerita biasa diapnggil Tuti, memiliki  beberapa konflik. Konflik batin sebanyak 1 kali, sedangkan konflik lahir sebanyak 6 kali. Hal ini menggambarkan bahwa sebagai Pimred, Tuti sering berhubungan dengan orang-orang di luar sana.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
lahir
Tuti merasa kesal atas omong besar Walikota saat dalam pertemuan.
Tuti menumpahkan kekesalannya kepada Suryo. (Pengalihan)
24
22
lahir
Tuti marah atas perlakuan Guritno kepadanya yang ia anggap sebagai hinaan.
Ia membiarkan dan bersiap untuk menghadapi tindakan lawan selanjutnya. (Agresi)
27
33
lahir
Tuti merasa sedang disindir oleh Antoni Purba.
Ia menekan sindiran itu sehingga terbayang-bayang terus dipikirannya apa yang dikatakan Antoni Purba hingga membuatnya segera mencari tahu. (Rasionalisasi)
45-46
44
batin
Tuti sedang memikirkan siapa orang yang telah berbuat tak sesuai aturan di perusahaannya.
Ia benar-benar ingin tahu dan itu membuatnya penasaran juga hingga terlalu memikirkannya. (Represi)
52
55
batin
Tuti menebakk-nebak perilaku Suryo yang aneh belakangan ini.
Tuti mencoba menyelesaikannya dengan memerintah Suryo menemuinya.
60
66
lahir
Tuti dimarahi habis-habisan oleh Ki Dalang Purboyono melalui telepon.
Tuti menghadapinya dengan sabar, meski terdapat sedikit amarah. ( Reaksi Formasi)
96 – 97
77
lahir
Tuti merasa ayahnya, Broto Kusumo telah menghukum berat Suryo Baskoro.
Tuti tak mampu melawan, hanya menurut dan pasrah dengan keputusan sang ayah.  (Apatis)
112-113
88
lahir
Tuti merasa khawatir kepada Suryo yang telah menghilang beberapa hari.
Tuti dibantu Wisnu mencari keberadaan Suryo, meskipun hatinya kesal. (Reaksi Formasi)
126-127

·         Surtikanti
Surtikanti  mengalami sedikit konflik dibanding degan tokoh-tokoh penting lainnya. Dalam analisis, ditemukan dirinya mengalami konflik batin sekali dan konflik lahir dua kali.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Lahir
Surtikanti marah karena dirinya hendak disuap.
Surtikanti melawan dan tetap teguh pada pendirian. (Agresi)
72
22
batin
Surtikanti merasa sedih atas perilaku Ayahnya terhadap Suryo. Ia juga kesal karena hubungan asmaranya dilarang.
Surti melawan kebijakan ayahnya. (Agresi)
86-87
33
Lahir
Surtikanti diajak menikah oleh Sony Hapsoro, padahal ia mencintai Suryo Baskoro.
Surtikanti berkata jujur bahwa ia telah kembali pada Suryo dan tidak mau menikah dengan Sony. (Reaksi Formasi)
150-151

·         Basuki
Basuki hanya meraa marah lantaran atasannya, Suryo tidak mau mendengarkan alasannya.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Batin
Basuki merasa kecewa dengan janji-janji yang diberika Suryo.
Ia menunjukkan kemarahannya pada Wahyuni. (Pengalihan)
14

·         Sri Wahyuni
Sikapnya membuat Wahyuni tidak mudah menerima kebaikan orang lain, setelah orang itu mengobrak-abrik tanggungjawabnya.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Batin
Yuni sangat marah karena seseorang telah mencampuri tanggungjawab pekerjaannya.
Yuni menghindari ajakan Suryo sarapan pagi lantaran rasa marah. (Apatis)
29-30

·         Rudi Hamonangan
Cerdas, cepat, dan tepat adalah sikap Rudi Hamonangan. Ia juga menurut pada atasan dan tanpa daya kritis sedikitpun. Hal itu terlihat dalam beberapa konflik di bawah ini.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
batin
Rudi merasa ragu untuk menerima uang dari Suryo. Uang itu dimasukkan sendiri oleh Suryo ke dalam sakunya.
Rudi bingung, namun ia pasrah dan menuruti saja perintah Suryo untuk menerima uangnya. ( Apatis)
20
22
batin
Rudi bingung menerima uang sebanyak satu juta dari Murdanu.
Ia menelepon Suryo untuk meminta pertimbangan. Ia pun melaksanakan tugas dengan sepenuh hati. (Rasionalisasi)
38-39

batin
Rudi merasa tidak enak hati mendapat hadiah mobil Karimun dari Suryo.
Rudi akhirnya menerima hadiah itu, meskipun ia merasa aneh. Ia melakkukan pembenaran bahwa rizi, jodoh, dan mati sudah ada yang mengatur. (Rasinalisasi)
67-70


·         Raharjo

NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Batin
Ia kesal dengan atasannya yang maunya untung terus, tak mengakui kesalahan, dan menyebalkan.
Raharjo hanya membatin dalam hati dan tak melakukan apa-apa terhadap sikap atasannya, Bambang Berhala. (Represi)
76

·         Bambang Berhala

NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Lahir
Bambang Berhala kesal karena Surtikanti tak mau tanda tangan. Dirinya juga tak mau rugi.
Bambang Berhala merengek-rengek dan meberikan sumpah serapah pada Surtikanti seperti anak kecil. (Regresi)
74-75

·         Suryono Adirasa
Dia adalah ayah dari Surtikanti yang sejak awal tidak menyukai Suryo sebagai pacar putrinya. Ia bahkan dengan kejam mengganti no simcard anaknya agar tidak dapat dihubungi oleh Suryo.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
Lahir
Suryono sakit keras dan hendak menemui ajal, namun ia ingat kesalahannya pada Suryo.
Suryono meminta maaf melalui sebuah tulisan. (Rasionalisasi)
90-91

·         Broto Kususmo
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
lahir
Broto Kusumo sudah lelah dan ingin pensiun. Ia juga kecewa dengan sikap Suryo yang dulu dibangga-banggakan.
Broto Kusumo mengambil keputusan yang tegas untuk menggeser posisi duduk Suryo. (Rasionalisasi)
110

·         Aryo Guritno
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
lahir
Aryo Guritno bingung karena Suryo turun pangkat. Ia mencemaskan kedudukannya dalam calon pilgub.
Aryo Guritno meminta Suryo keluar dari pers “Cahaya Kita”. (Agresi)
117-118

·         Mandor Suradi
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
lahir
Mandor Suradi geram melihat orang menyebar dan membaca kampanye oposisi dari calon yang didukung
Ia melapor kepada atasan dan tidak tinggal diam. (Agresi)
121

·         Pratiwi
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
batin
Pratiwi merasa sedih ditinggal oleh suaminya.
Ia merasa itu sudah ketentuan yang Maha Kuwasa. (Rasionalisasi)
147

·         Sony Hapsaro
Sudah lama tokoh Sony Hapsoro ini memendam rasa cinta kepada Surtikanti. Malangnya, kini Surtikanti telah menemui Suryo dan kembali menjalin hubungan karena sudah mendapat restu dri sang Ayah.
NNo
Bentuk konflik
Diskripsi
Mekanisme pertahanan
Halaman
11
batin
Sony merasa sedih mendengar Surtikanti telah kembali pada Suryo.
Ia mencoba mengikhlaskan Surti, meskipun ia mencintainya. (Apatis)
152

SIMPULAN
   Novel Sang Pangeran Pati merupakan novel yang bergenre roman. Novel ini menonjolkan sisi kehidupan pers daripada hanya sekedar cinta antara sepasang kekasih. Sentuhan-sentuhan intelektual yang disematkan dalam dialog maupun penggambaran latar menjadi salah satu daya tarik novel ini. Mengapa? Karena kebanyakan cerita bahasa Jawa menggali informasi dari budaya Jawa itu sendiri.
   Setelah dilakukan analisis menggunakan teori psikologi sastra, ditemukan konflik beserta mekanisme pertahannannya. Di dalam beberapa konflik tersebut juga terdapat klasifikasi emosi yang menyertai. Novel ini memiliki pertahanan represi, pengalihan, proyeksi, rasionalisasi, reaksi formasi, agresi dan apatis, serta regresi.
Penelitian ini tentu masih banyak kekurangan. Sangat disarankan untuk melakukan penelitian-penelitian psikologi sastra agar dapat dipahami lebih dalam serta memberikan informasi lebih para pembaca terhadap isi karya sastra.

DAFTRA PUSTAKA
Gunawa, Fitri. 2013. Sang Pangeran Pati. Depok: Q Publiser.
Jayanti, Efi Tri dan Darni. 2014. “Kadurjanan ing Jagading Jurnalisme Sajrone Novel Sang Pangeran Pati Anggitane Fitri Gunawan”. Baradha, Vol 2, No 3. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Minderop, Albert. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rahayu, Dwi Hening. 2014.  “Kohesi dan Konferensi dalam Novel Sang Pangeran Pati Karya Fitri Gunawan”.  Skripsi. Surakarta: Universitas Negeri Surakarta
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Kanwa publiser.
Siswantoro. 2005. Metode Pnelitian Sastra: Analisis Psikologis.Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.

Followers