Saturday 14 December 2013

Sebuah Buku Mimpi (part II)


Gambar terkait

Betapa terkejutnya dia melihat benda itu. Napas dan jantungnya serasa berhenti.Kemudian dia merasa agak jengkel. Betapa tidak, benda keramat itu tak ubahnya gula batu berbentuk kubus yang telah dirubung semut hitam karena dibiarkan semalaman.

Dia jengkel dan merasa dibodohi. Hanya demi gula batu itu, dia harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit jumlahnya. Dan sekarang benda itu telah dijadikan makan malam sekaligus sarapan para semut. Bagaimana dia bisa yakin akan keampuhangula batu itu, kalau gula itu sudah kehilangan sebagian rasa manisnya yangdirenggut oleh semut.

Dunia perklenikan sering tidak masuk akal, membodohi sekaligus membohongi orang,pikirnya.
###
Suku Aztec,Gypsy, Indian, Voodo. Bangsa kanibal, penyihir, vampir, werewolf. Pembantaian,penindasan, pembunuhan, pertarungan. Kematian, tumbal, roh gentayangan, darah.Pedang perak berkilat-kilat yang selalu siap menghujam jantungnya. Semua itu,semua itu selalu menghantui mimpi-mimpi Aang dikala terlelap.
            Tak  salah lagi jika Madi berkata bahwa makin lama dia bisa gila. Gila, lalu matipelan-pelan. Mati mengenaskan dalam tidurnya.
            Mimpi-mimpi buruknya itu telah meracuni otaknya. Telah bersemayam di sana, tak mau pergi.Seakan telah mendapat tempat bak istana di sana. Mereka telah pula menghancurkan hari-hari Aang. Karena meski tak bermimpi, ingatan Aang akan mimpinya masih sangat jelas. Mereka telah mengambil sebagian hidup Aang.
            Jiwa Aang yang terpenjara dalam bayang-bayang mimpi, melahirkan kenestapaan dan kekelamanhidupnya. Seperti yang telah ku katakan, dia hidup tapi jiwanya sakaratul maut.Meronta-ronta pun bagai bulu melawan angin topan.
            Kian harikian jelas kondisi Aang. Kedua orang tuanya baru menyadari jika Aang sakit jiwa.Itu karena Aang selalu meminum pil anti tidur secara overdosis, banyak minum air, dan anehnya dia selalu meracau tak jelas "Pergi...! Pergi kalian,...!" dengan suara serak memilukan karena sering berteriak.
            Tak jarangkata-kata Voodoo, persembahan, tak mau mati, darah, keluar dari mulutnya.Sungguh kasihan anak itu. Umurnya belum genap lima belas dan dia masih belia.Masih tak tahu apa-apa dan harus memikul derita yang menyiksa mental dan batinnya.
            Hampir dua tahun dia tersiksa. Matanya merah, cekung dan sayu karena tak pernah tidur.Rambut hitam indahnya telah berubah abu-abu, panjang sebahu, kusut dan tak terawat. Itu karena dia sering menjambak rambutnya. Kulitnya yang dulu bersih,sekarang bersisik seperti sisik ular, mengerikan sekaligus menjijikkan.Gigi-giginya tampak kekuningan jika menyeringai. Tulang-tulang pipinya tampak menonjol dan kebiru-biruan. Tubuhnya hanyalah tulang yang dibalut kulit tipis. 
            Dialah manusia yang disia-siakan oleh nikmatnya kehidupan remaja, dalam balutan cinta dan kasih sayang. Tak ada sekolah, tak ada teman, tak ada cinta, dan tak ada pula kasih sayang. Bahkan kini orang tuanya tak lagi menyayanginya seperti dulu. Mereka membiarkannya terkurung dalam ruangan sempit dan pengap yang tak lain adalah kamarnya dulu.
            Jika memasuki kamarnya, jangan bayangkan seperti gudang. Kondisinya lebih parah daripada gudang. Tak ada yang membersihkan lagi seperti dulu. Semua tergeletak sesuka hati. Jangan pula bayangkan bau apek, karena bau amislah yang menjadi pengharum kamarnya. Tak lain adalah bau darah kering akibat dia selalu mencoba bunuh diri, tapi selalu gagal. Sang perawat beserta rekannya -yang didatangkan khusus dari RSJ- akan mengatasinya dengan memasukkan cairan bening lewat jarumsuntik. Jika sudah begitu, dia akan istirahat sejenak.
            Suatu ketika dia terperanjat dari istirahatnya dan jatuh ke lantai. Kemudian tubuhnya berguling ke kolong dan tanpa dia sadari punggungnya mengenai sesuatu. Lantai itu sontak membuka dan menariknya ke dalam melalui bidang luncur. Ketika dia sudah di dalam, sontak lantai itu tertutup lagi.
            Aang memegangi kepala belakangnya yang terbentur lantai. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya untuk melihat. Namun hanya gelap yang melanda. Bukan dia buta, tapi ruangan rahasia itu memang gelap.
            Aang berdiri tertatih-tatih. Tangannya mencoba meraih apa saja yang bisa digunakan untuk pegangan. Ruangan rahasia itu sunyi senyap. Kemudian ia melihat seberkas cahaya warna biru. Seberkas cahaya di ujung ruangan itu menarik hatinya. Dia mendekati cahaya itu sambil terus meraba dinding. Semakin dia melangkah, cahayaitu semakin jelas.
            Sebuah buku tua usang yang tebal itulah yang memancarkan cahaya warna biru. Buku ituterletak di atas sebuah peti seukuran manusia. Aang mengamatinya secaraseksama. Lalu, dia dengan ragu menyentuh buku itu."A Dreams Book. It's will bring you in your nice dream. Just write what dream do you want on it, so it will be real. Just write! And you'll free from nightmare suppression." Aang membaca bagian prolog buku itu. Kemudian ia membalik lembar demi lembar, membaca halaman demi halaman.
            Buku itu sebagian besar berisi tentang pengalaman-pengalaman indah kakeknya. Di sana juga tertera kisah kenapa kakeknya mengalami mimpi buruk seperti yang dia alami.
            Waktu itu kakeknya masih muda. Layaknya pemuda lain di masanya, dia tumbuh menjadi pemuda gagah, pandai memanah dan menggunakan senjata. Di usianya yang masih belasanitu, kakeknya telah diangkat menjadi nahkoda. Dia bersama crew kapal terus melakukan pelayaran menjelajahi berbagai daratan.
            Di sana mereka menemukan hal-hal baru yang menegangkan. Puncaknya adalah ketika mereka bertemu suku magis nan kejam di daratan Amerika. Ketika itu, dia -kakeknya-mengambil sebuah buku terlaramg suku itu karena nafsu remaja yang sulit dikendalikannya. Dia membawa pulang buku itu.
            Sesampainyadi rumah, dia amat lelah dan dia pun tertidur. Namun tidur justru memberinya mimpi buruk yang mengabarkan bahwa buku yang ia bawa pulang akan mengutuknyadan cicitnya yang lahir seabad kemudian. Cicit itu ialah Aang.
            Kutukan itu bukan hanya mimpi belaka. Hal itu nyata. Setiap malam dia selalu bermimpi tentang pengalaman mengerikan selama penjelajahan. Sekian kali ia berobat namun gagal.
            Tapi, ada sedikit harapan. Harapan itu datang dari seorang paranormal yang mengabarkan bahwa ia bisa terbebas dari mimpi buruk jika menuliskan hal indah yang pernah dia jumpai selama penjelajahan. Namun nasib cicitnya tetap di tangannya.
            Kakeknya yang sudah frustasi hanya menurut saja. Dia mulai menulis pengalaman indahnya selama penjelajahan. Dan sejak saat itu ia tak pernah mimpi buruk lagi.
            Ada juga pesan yang amat penting dari kakeknya di buku itu. "Kakek tahu, suatu saat nanti kamu mengalami apa yang kakek alami. Oleh karena itu kakek menyimpan buku ini di ruang rahasia kamarmu. Gunakanlah buku ini! Lupakan mimpi buruk dan tulislah pengalaman-pengalaman indahmu. Kakek percaya kau akan sembuh. Satulagi, jangan lupa bakar buku ini jika sudah tak ada halaman yang kosong."
            Aang menghela napas panjang, seakan napasnya terhenti oleh kata-kata "Sungguh hebat para lelehurku dulu.”
            Tanpa berlama-lama lagi, Aang segera kelur dari ruang rahasia itu. Ia segera menulis pengalaman-pengalaman indahnya dan mencoba melupakan mimpi buruk yang selalu menghantuinya.END ###


Sebuah Buku Mimpi(part I)



Gambar terkait
              Seseorang duduk menunduk memandang lantai dipojok kelas dengan ekspresi hampa. Kadang kala dia tampak sangat takut.Pikirannya kemana-mana meski setiap hari dia tak pernah beranjak dari tempatduduknya, kecuali saat-saat tertentu. Matanya yang polos mengundang rasa ibasemua orang yang melihatnya. Kedua belah bibirnya selalu terkatup menyembunyikan senyum, seakan tak ada orang yang berhak melihatnya tersenyum.Dia memang masih hidup, tapi ketika kau melihatnya dia tak ubahnya mayat hidup.Bibirnya pucat dan kadang dia berkeringat walau tidak panas. Jiwanya sakaratul maut. Hampir mati.
            Ini sudah menjadi kebiasaannya sejak beberapa bulan yang lalu. Meski tak ada orang yang tahu kapan tepatnya dia menjadi seperti itu. Tidak oleh teman sebangkunya, tidak pula oleh kedua orang tuanya.
            Wajar saja kalau kedua orang tuanya tak tahu, karena dia selalu nampak biasa-biasa saja dirumah. Dia tetap anak baik dan selalu patuh terhadap nasihat orang tuanya.Namun, lain di sekolah. Dia akan menjadi pemurung sepanjang hari. Wajahnya yang selalu muram itu juga telah membuat teman sebangkunya cemas padanya.
            Seseorang bertubuh jangkung di atas rata-rata menghampirinya. Ia tak lain adalah Madi, teman sebangkunya. Melihat teman sebangkunya menjalani rutinitas sehari-harinya itu, Madi jadi prihatin.
            "Ah,"Madi mendesah. "Mimpi buruk lagi?" tanyanya disusul duduk di dekat temannya itu.
            Yang ditanya mengangguk pelan, nyaris tak terlihat karena ia mengangguk sambil menunduk. Menunduk seperti tadi.
            "Aku sebetulnya prihatin melihat kondisimu, Ang," tukasnya pada Aang, nama teman sebangkunya itu. "Menurutku, apa yang kamu hadapi ini bukanlah masalah sepele. Makin lama bisa menjadi great disaster bagi dirimu. Bencana besar! Kau tahu itu?" ujarnya tak main-main.
            Dia, yang sering dipanggil Aang itu, hanya tertunduk lesu. Dia menganggap semua perkatan Madi hanyalah angin lalu. Karena apa? Karena dia sering mendengar Madi mencemaskannya.
            "Sepertinya, masalahmu itu harus segera diatasi. Aku takut kalau masalah itu semakin lama bersemayam dalam otakmu...," dia mengambil jeda sebentar lalu menambahkan,"bisa-bisa kamu jadi GILA!" Dia memelankan suaranya di telinga Aang,takut kalau-kalau ada orang yang mendengarnya.
            "Huh...,"Aang mendesah panjang. Dia benar-benar kalut campur takut. Omongan Madi ada benarnya juga, pikirnya.
            "Entahlah. Aku sudah tak sanggup. Aku lelah sebenarnya hidup dalam kekangan yang menyiksa seperti ini. Aku sudah kehabisan akal untuk mencari solusi. Mungkin narkoba bisa menjadi solusi yang tepat," katanya lemah, nampak sekali betapa diasudah tak sanggup hidup dalam kekangan mimpi buruknya.
            "JANGAN! Jangan pernah kamu melakukan itu! Itu sama saja dengan kamu keluar dari mulut kobra dan masuk lubang neraka! Menyebutnya saja aku enggan, apalagi memakainya.Kumohon, teman. Jangan lakukan itu. Aku akan membantumu mencari solusi,"ujarnya.
            "Aku harap begitu," katanya patah semangat.
            Madi menepuk-nepuk bahu kanan Aang. "Kita pasti bisa cari solusi yang tepat.Kamu akan segera bebas dari siksaan mimpimu. Aku yakin, kita bisa!" Madi melontarkan kata-kata motivasi untuk membakar semangat Aang.
            Semenjak percakapan singkat itu, Aang dan Madi menyibukkan diri untuk mencari solusi. Ekspedisi pencarian solusi mereka lakukan di berbagai tempat. Di kantin, di TU, di ruangguru, di perpustakaan, di tempat parkir, di lapangan sekolah, dan dilaboratorium. Tak jarang mereka melakukan ekspedisi di hutan, sawah, sungai,jalan raya, pasar, dan pantai. Kekonyolan-kekonyolan bertimbulan menghiasi ekspedisi mereka.
            Suatu sore di Hari Kamis malam Jum'at Wage, Madi nampak lari tergesa-gesa menuju rumahAang.
            Dia akan menyampaikan sesuatu yang amat penting. Sebuah solusi yang bisa disebut "jitu" untuk dicoba. Madi Nampak tidak sabar dan dia mempercepat lajul arinya. Keringatnya bercucuran di dahi dan lehernya.
            "Aang...Aang...," serunya. Saking girangnya, di halaman rumah Aang dia berteriak-teriak. "Aku punya solusi jitu. Kamu harus coba. Ini pasti akan berhasil. Aku yakin."
            Mendengar suara merdu bak ompengan panci, Aang segera keluar rumah. Dia agak marah karena ulah Madi yang berteriak-teriak. Sedangkan Madi malah cengar cengir dan pasang wajah innocent.
            "Pasti solusi konyol lagi. Aku tak mau, ah." wajahnya cemberut. Dia tahu solusi yang ditawarkan Madi pasti solusi yang tak ada gunanya. Berkali-kali sudah dia mengikuti sarannya dan berkali-kali dia gagal.
            "Ingin sembuh, tak? Kalau ingin, kau harus coba solusi ini," katanya merayu.
            "Ingin,sih, tapi..."
            "Ah, tak perlu bimbang. Begini, tadi aku habis dari rumah Tuan Ho. Tuan Ho itu orang sakti mandraguna di sebrang desa sana. Kesaktiannya sudah banyak yang tahu. Aku tadi ke sana dan mengutarakan permasalahanmu padanya. Dia bersedia membantu asal kau bersedia datang ke rumahnya."
            Aang diam saja. Madi tahu arti ekspresi wajah temannya itu. Dia buru-buru menambahkan,"Tenang saja kawan, aku akan menemanimu ke sana dan membantumu. Kau pasti bisa!"
            Kemudian tanpa basa-basi lagi Madi pulang. Malamnya dia datang lagi ke rumah Aang untuk menemami Aang berobat ke Tuan Ho. Walau sebenarnya ragu, Aang hanya pasrah danikut saja. Dia tak punya akal lagi untuk mencari solusi. Apa salahnya mencoba solusi dari Madi yang kesekian kalinya. Meski dia tak yakin akan kemanjuran solusi itu.
            "Jadi kamu yang namanya Aang?" Tuan Ho bertanya dengan penuh wibawa. Dia mengelus-elus alisnya yang sudah putih.
            Aang mengangguk cepat.
            KemudianTuan Ho menatap lekat-lekat bola mata Aang melalui mata tuanya yang hitam berkilat-kilat.
            Tak perlu waktu lama, dia sudah tahu apa yang paling mujarab untuk mengobati Aang.Sejurus kemudian, dia memasukkan tangannya ke dalam kendil yang berisi air kembang rupa-rupa, mengaduk-aduk sebentar seperti mengaduk adonan kue. Setelahmendapat apa yang dia cari, dia mengeluarkan tangannya dari kendil itu. Sebuah benda aneh tergenggam kuat di tangannya. Kemudian dia membungkus benda itu disepotong kain merah dan menyerahkannya pada Aang seraya berpesan, "Letakkan benda itu di bawah pohon asam di kuburan desamu tengah malamini. Dan jangan lupa carilah pohon asam yang paling besar."
            "Ba...ba...baik,Tuan Ho," jawab Aang terbata-bata. Dia menerima bungkusan tadi dan menggantinya dengan uang.
            Tengah malam menjelang dan dia belum juga ke kuburan. Jangankan menaruh bungkusan itu,melewati kuburannya saja dia tak sanggup. Sangat berat baginya. Akhirnya dia memutuskan untuk tidak menaruh benda keramat itu di kuburan dan terpaksa dia tidak tidur semalaman.

            Lama-lama dia penasaran juga dengan benda dalam kain merah itu. Rasa penasaran yang tak bisa dikendalikan membuatnya berani membuka bungkusan keramat itu.
            Awalnya dia mengamati sebentar dari berbagai arah: kanan, kiri, atas, bawah, depan, belakang. Lalu dia mulai berani menyibakkan salah satu sisi kain yang menutupinya. Gerakannya pelan-pelan dan penuh waspada, namun jantungnya berpacu cepat laksana benteng mengamuk. Sedikit demi sedikit benda itu mulai terlihat dari balik kain yang transparan. Dan...
            ALAMAK....!!???

www.facebook.com/aiysya1?sk=notes


Disandra Gendruwo???

Followers