Konflik dan Mekanisme Pertahanan Tokoh dalam
Novel Sang Pangeran Pati karya Fitri Gunawan
Siti Nur Aisyah
2611414006
Sastra Jawa
PENDAHULUAN
Dewasa ini, kehidupan modern berkat globbalisasi telah merambah ke berbagai
sudut kehidupan di bumi. Suatu kebdayaan tertentu pun lambat laut telah
bertransformasi ke budaya modern. Budaya modern ialah budaya yang berkecimpung
di dunia metropolitan dengan orang-orang yang sibuk, serba cepat dan tepat,
serta memakai konsep kehidupan yang hampir sama dengan masyarakat kota di
negara manapun.
Pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi pembaca. Kekuatan pengaruhnya
lebih tajam daripada pistol maupun pedang. Tak perlu menggunakan kekerasan,
karena pers bekerja dengan cara mempengaruhi pikiran pembaca. Namun, apa
jadinya jika pers telah memapu merusak pikiran pembaca dengan hal-hal yang
tidak benar. Tau bahkan pers telah dikuasai oleh suatu golongan tertentu sehingga
tidak dapat menunjukkan gagasan murninya.
Pers harislah bersifat netral, tidak memihak manapun. Selalu mengabarkan
kebenaran adalah hal yang pertama disampaikan. Itulah kenapa berita harus
menjadi fakta, terpercaya, dan aktual.
Kehidupan pers seyogyanya melaporkan suatu peristiwa secara cepat, tepat,
dan akurat. Pers dalam menyampaikan informasi tidak boleh merugikan pihak yang
memberi informasi. Sebagai media massa, seharusnya pers tidak terpengaruh atau
memihak golongan-golongan tertentu.
Novel Sang Pangeran Pati merupakan novel karya Fitri Gunwan. Novel
terbit di tahun 2013 sebagai bentuk lanjutan adanya kritik sastra tentang novel
tersebut. Novel ini awalnya berupa cerita sambung dengan 27 seri yang pernah
diterbitkan di majalah Panjebar Semangat. Tema yang diangkat dan situasi yang
digambarkan sangat relevan dengan kehidupan masa kini. Novel bergenre roman
ini mengulas tentang kehidupan para wartawan di dunia pers yang berada di kota
Surabaya. Diceritakan pula bahwa pers Cahaya Kita merupakan pers yang sangat terkenal di
Surabaya. Sebagai pers yang cukup maju di bidangnya, tentu saja pekerjanya pun
maju di bidang ekonomi.
Suryo sebagai salah satu tokoh dalam
novel tersebut memiliki kedudukan sebagai wakil pimpinan redaksi, mendampingi
Prihastuti Kusumo sebagai wakil pimpinan redaksi. Namun, di dalam sepak
terjangnya, Suryo malah berkhianat. Ia berbuat tidak sesuia dengan prinsip yang
dipegang oleh media persnya. Ia juga cenderung mendukung suatu golongan.
Bahkan, ia rela mengadu domba demi uang.
Apa yang dilakukan Suryo tersebut dipicu rasa bencinya kepada ayah
Surtikanti, pacarnya. Ayahnya dulu menghinanya karena miskin. Sekarang, ia
ingin membuktikan bahwa seorang wartawan pun bisa kaya raya asal mau
menggunakan taktik, sekalipun itu taktik yang dilarang.
Apa yang dialami Surya dewasa ini mungkin saja terjadi. Bukan hanya motif
ekonomi yang melatarbelakangi seseorang matrealistik, tetapi juga sebagai wujud
pembuktian dan status sosial bahwa ia mampu melakukan apa yang dulu dipandang
tidak mungkin oleh orang lain.
Lika-liku kehidupan para tokoh beserta konflik-konflik yang terjadi silih
berganti telah menarik hati penuli untuk mengkajiny lebih dalam lagi. selain
mengetahui apa saja konflik yang terjadi, penulis juga akan mengetahui
bagaimana pribadi masing-masing tokoh dalam menyelesaikan masing-masing
konfliknya. Dengan demikian, pada kesempatan kali ini, penulis mengambil judul
“Konflik dan Mekanisme Pertahanan Tokoh dalam Novel Sang Pangeran Pati karya
Fitri Gunawan”.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis paparkan di depan, penulis
memperoleh beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Bagimana konflik yang terjadi di dalam novel Sang Pangeran Pati?
2. Bagaimana mekanisme pertahanan para tokoh dalam menyelesaikan konflik mereka?
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Penelitian mengenai novel Sang Pangeran Pati telah banyak dilakukan
beberapa di antaranya adalah Kadurjanan ing Jagading Jurnalisme Sajrone
Novel Sang Pangeran Pati Anggitane Fitri Gunawan ( 2014). Penelitian yang
dilakukan oleh Efi Tri Jayanti dan Darni ini telah dipublikasikan dalam jurnal
Baradha. Melalui pendekatan sosiologi sastra diperoleh hasil tiga bagian.
Pertama, menggambarkan kecurangan dan kelicikan dalam dunia jurnalistik. Kedua,
dunia jurnalistik dapat merendahkan dan mengunggulkan derajat orang, baik
melalui cara yang benar maupun curang.
Peneliti lain yang serupa ialah Kohesi dan Konferensi dalam Novel Sang
Pangeran Pati Karya Fitri Gunawan (2014). Penelitian menggunakan metode
simak dan catat. Dari analisis yang dilakukan diperoleh tiga hasil. Pertama,
penanda kohesi gramatikal yang terdapat dalam wacana novel Sang pangeran Pati
yaitu pengacuan, substitusi, elipsis dan
konjungsi. Penanda kohesi leksikal yang ditemukan yaitu repetisi, sinonim,
antonimi, kolokasi, hiponimi, dan ekuivalensi. Kedua, penanda koherensi
yangditemukan yaitu penanda koherensi penenkanan, penanda koherensi
simpulan/hasil, dan penanda koherensi contoh. Ketiga. Dominasi yang ditemukan
dalam novel Sang Pangeran Pati berupa penanda kohesi gramatikal yang paling
dominan yaitu pengacuan sebanyak 62%, penanda kohesi leksikal yang paling
dominan berupa sinonim sebanyak 31%, sedangkan penanda koherensi yang paling
dominan yaitu penanda koherensi penekanan dengan persentase 58%.
Kedua penelitian diatas meneliti dari segi sastra (sosiologi sastra) dan
linguistik. Untuk penelitian menggunakan analisis psikologis (psikologi sastra)
belum pernah dilakukan, sehingga penulis berharap penelitian ini dapat menambah
wawasan untuk mengetahui lebih dalam isi novel Sang Pangeran Pati.
2.2 Psikologi Sastra dan Kajiannya
Wellek dan Warren (dalam Wiyatmi,
2011 : 28) menyatakan bahwa psikokogi sastra memiliki empat kemungkinan pengertian.
Pertama, psikologi sastra adalah studi psikologi pengarang sebagai tipe atau
sebagai pribadi. Kedua, psikologi sastra adalah studi proses kreatif. Ketiga,
psikologi sastra adalah studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang diterapkan
pada karya sastra. Keempat, psikologi sastra mempelajari dampak sastra pada
pembaca.
Masih menurut mereka, pengertian pertama dan kedua merupakan bagian dari
psikologi seni, dengan fokus pada pengarang dan proses kreatifnya. Pengertian
ketiga terfokus pada karya sastra yang dikaji dengan hukum-hukum psikologi.
Pengertian keempat terfokus pada pembaca yang ketika membaca dan menginterpretasikan
karya sastra mengalami berbagai situasi kejiwaan. (Wellek dan Warren dalam
Wiyatmi, 2011 : 28)
Dari pendapat ahli di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa psikologi sastra
merupakan salah satu kajian sastra yang bersifat interdisipliner, gabungan
antara disiplin ilmu psikologi dan sastra dengan menggunakan berbagai konsep dan
kerangka teori yang ada dalam psikologi. Psikokogi sastra mempunyai empat
kemungkinan pengertian, yaitu studi psikologi pengarang sebagai tipe atau
sebagai pribadi, proses kreatif, studi tipe dan hukum-hukum psikologi yang
diterapkan pada karya sastra, dan mempelajari dampak sastra pada pembaca.
Mengkaji sastra dengan pendekatan psikologi atau sering disebut
psikoanalisis mengandalkan teori kepribadian. Teori ini diperkenalkan oleh
Sigmund Freud sebagai bapak psikologi dunia. Melalui pendekatan psikologi, kita
menjadi mengerti bagaimana keadaan jiwa para tokoh, yang biasanya dalam
kehidupan nyata pun dialami oleh beberapa orang. Tak menuntut kemungkinan, di
dalam karya sastranya, pengarang menuiskan pengalaman-pengalaman pribadi
kehidupannya sehingga seakan apa yang dialami tokoh itu nyata adanya.
Tak hanya mengetahui secara teoritis, melalui khazanah sastra, jika kita
mampu menelaah lebih dalam, tentu kita akan mendapat banyak informasi di
dalamnya. Watak-watak para tokoh, konflik yang dialami, dan cara penyelesainnya
dapat menjadi acuan kita dalam menentukan keputusan atas persoalan hidup.
Dalam ranah sastra, kajian psikologi terbagi menjadi tiga. Tiga hal
tersebut meliputi; psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi karya
sastra. Suatu karya sastra dapat dianalisis dengan pendekatan psikologis
melalui tiga hal tersebut, entah melalui pengarangya, pembacanya, maupun karya
sastranya.
Psikologi pengarang dalam hal ini ialah bagaimana kondisi kejiwaan
pengarang saat menyusun karya sastra tersebut. Sebuah karya sastra yang unik
tentulah diciptakan dalam kondisi kejiwaan tertentu, saat alam bawah sadar
pengarang lebih dominan. Jika hendak mengetahui bagaimana kondisi psikologis
pengarang, dapat diketahui melalui pertemuan langsung, membaca biografinya,
atau mewawancarai orang-orang terdekatnya.
Ruang lingkup psikologi pembaca ialah tatkala membaca sebuah karya sastra, jiwa
pembaca mengikuti alunan emosional karya sastra. pembaca akan merasakan sedih,
gembira, kesal, marah, dan berbagai luapan emosi lainnya. Seperti dikemukakan
oleh Iser (dalam Wiyatmi, 2011: 57) bahwa suatu karya sastra akan menimbulkan
kesan tertentu pada pembaca.kesan tersebut muncul lantaran pembaca memiliki
kejiwaan yang bisa menimbulkan kesan ketika membaca, menghayati, dan
menginterpretasikan karya tersebut.
Terakhir adalah psikologi karya sastra. ada dua cara dalam meneliti sebuah
karya sastra dengan pendekatan psikoanalisis. Pertama, mencari dan memahami
teori psikologi kepribadian yang abnormal. Kemudian mencari karya sastra yang
relevan dengan teori tersebut. kedua, mencari karya sastra kemudian
menganalisisnya menggunakan salah salah satu atau beberapa teori untuk
menganalisisnya. Cara pertama, menempatkan karya sastra sebgaia bahan
penelitian yang pasif, karena hanya berfungsi sebagai pengaplikasian teori.
Cara kedua, menempatkan karya sastra sebgai bahan kajian yang dinamis, karena
karya sastra yang akan menentukan teori apa yang akan diaplikasikan (Ratna
dalam Wiyatmi: 43)
2.3 Konflik dan Mekanisme Pertahanan
Konflik merupakan bagian dari alur. Dalam unsur intrinsik karya sastra,
alur adalah sebuah jalan cerita yang menentukan bagaimana cerita itu
berlangsung. Ada lima tahapan dalam
alur; perkenalan, konflik, komplikasi, klimaks,
peleraian, dan penyelesaian. (Amminuddin dalam Siswantoro, 2005: 159).
Konflik sendiri dibagi atas konflik batin dan konflik lahir.
Menurut Nurgiyantoro (2009:119) konflik batin adalah konflik yang terjadi
di dalam hati, jiwa seorang tokoh atau tokoh-tokoh cerita. Jadi konflik batin
merupakan konflik yang dialami manusia dengan dirinya sendiri atau permasalahan
intern seorang manusia. Hal seperti itu terjadi sebagai akibat adanya
pertentangan antara dua keinginan, keyakinan, pilihan yang berbeda,
harapan-harapan, tujuan, atau masalah-masalah lainnya.
Konflik lahir ialah konflik yang dialami oleh tokoh tidak dengan dirinya
sendiri, melainkan dengan hal di luar dirinya. Konflik lahir merupakan
kebalikan dari konflik batin. Hal ini terjadi sebagai akibat dari seseorang
yang berselisish dengan orang lain, mendapat kecelakaan, dijahati orang, dan
sebagaianya yang berkaitan dengan hal di luar diri tokoh.
Seseorang yang mengalami konflik akan mendorong dirinya secara sadar maupun
tak sadar untuk beralih mencari objek pengganti. Freud menggunakan istilah
mekanisme pertahanan mengacu pada proses alam bawah sadar seseorang yang
membentengi diri dari kecemasan, ancaman –ancaman batin maupun lahir dengan
cara mendistorsi realitas dengan berbagai cara. (Hilgard dalam Minderop, 2013:
29)
Sumber dari konflik yang menimbulkan kecemasan/anxitas dikemukakan dalam
beberapa teori kepribadian: pertentangan id, ego, dan superego
(Freud); rasa rendah diri dan perjuangan demi kesempurnaan (Adler); masalah
neurotik yang inkonsisten sekaligus mendorong seseorang kerap bertengkar dengan
orang lain (Horney); konflik dalam hubungan impersonal (Sullivan); krisisi
psikososial dalam pembentukan jatidiri (Erikson). (Minderop, 2013:31)
Ada beberapa macam bentuk mekanisme pertahanan seseorang dalam mengahdapi
konflik.
1.
Represi / Penekanan
Suatu bentuk mekanisme pertahanan konflik yang membuat
seseorang menekankan konflik sadarnya menuju alam bawah sadar. Misalnya,
seseorang yang mengalami implus orientasi seksual tidak pernah menampakkannya
dan mencoba mengabaikannya dengan terus aktif di berbagai kegiatan sosial
sehingga ia tak pernah punya kesempatan unuk memikirkannya.
2.
Sublimasi
Ketika seseorang mengalami perasaan tidak nyaman terhadap
sesuatu yang sudah dianggap nyaman oleh masyarakat umum, maka ia mencoba
mencari suatu bentuk pengalihan yang dapat mengatasi rasa tak nyamannya serta
diakui oleh masyarakat umum. Contohnya, seseorang dengan hasrat membunuh yang
tinggi mengajukan diri sebagai pembunuh bayaran.
3.
Proyeksi
Kekurangan dan rasa bersalah bagi setiap orang kadang
menjadi suatu hal yang emengganggu. Jika seseorang itu mengalami hal itu dan
menyalahkan orang lain sebagai bentuk pengalihan kesalahannnya, maka hal
tersebut disebut proyeksi.
4.
Pengalihan
Pengalihan perasaan tidak senang terhadap suatu objek ke
objek laiinya yang lebih memungkinkan. Misal dengan implus agresif yang
digantikan, sebagai kambing hitam, terhadap orang lain atau objek lain yang bukan
sumber frustasi, tapi aman dijadikan sasaran. (Minderop, 2013: 35)
5.
Rasionalisasi
Pertahanan rasionalisasi memberikan dua tujuan: sebagai
pengurang rasa kecewa ketika gagal, dan membrikan motif yang bisa diterima atas
perilaku. (Hilgrad dalam Minderop, 2013:35). Misalnya: sorang laki-laki yang
malas pergi ke pesta beralasan karena ada orang yang tak disukai, menyalahkan
orang lain atau keadaan, dan beralasan dengan kepentingan.
6.
Reaksi Formsi
Reaksi formasi dipilih oleh sesorang untuk menghindari
anxitas dan mencegah sikap antisosial.
Reaksi formasi yaitu reaksi akibat implus anxitas yang diikuti oleh kecenderungan yang bertolak
belakang dengan kecenderungan yang ditekan. Seseorang yang terlalu sopan dapat
disebut sedang dalam mekanisme pertahanan reaksi formasi
7.
Regresi
Apabila seseorang bersikap tidak sewajarnya untuk menarik
perhatin orang lain.
8.
Agresi dan Apatis
Agresi yaitu sikap seseorang dalam menyikapi suatu
konflik dengan penyerangan dan kerusakan, sedangkan apatis ialah dengan
mengabaikan dan mnarik diri seakan pasrah.
9.
Fantasi dan Stereotype
Fantasi ialah ketika seseorang menghadapi konfliknya dengan berkhayal hal
yang indah. Stereotip ialah konsekuensi dari fantasi, dimana seseorang terus
menerus mengulangi perbuatannya yang tampak aneh dan tak bermanfaat.
2.4 Klasifikasi Emosi
Klasifikasi emosi terbagi menjadi tujuh kategori yang meliputi; konsep rasa
bersalah, menghukum diri sendiri, rasa malu, kesedihn, kebencia, dan cinta.
Berikut ini akan penulis jabarkan satu persatu.
Rasa bersalah biasanya diikuti dengan perasaan menyesal. Seseorang dapat
merasa bersalah apabila ia melakukan sesuatu yang bertentangan dengan moral,
ideologi umum, bahkan menghindar dari tanggungjawab. Namun, ada tipe rasa
bersalah. Pertama, seseorang mengetahui bahwa ia bersalah. Kedua, seseorang
tidak tahu mengapa ia merasa bersalah. Ada beberapa cara dalam menangani rasa
bersalah, yaitu dengan mengungkapkan langsung bahwa ia bersalah, melakukan
suatu tindakan untuk mengganti rasa bersalahnya, bahkan memendam sendiri perasaan
bersalahnya dan hanya ditunjukkan kebaikannya.
Menghukum diri sendiri dilakukan seseorang yang merasa sangat bersalah
sehingga ia merasa tak nyaman. Rasa tak nyamannya dapat diatasi dengan cara
menghukum dirinya sendiri sebagai bentuk penebusan kesalahan yang amat sangat.
Rasa malu ialah ketika seseorang melakukan sesuatu yang tak seharusnya,
tapi tidak sampai membuat si pelaku merasa bersalah. Sebagai contoh, ketika
seseorang kentut di depan teman-temannya secara tak sengaja bukanlah merupakan
suatu kesalahan, akan ttapi dapat dipastikan bahwa pelau tentu malu dengan
keadaannya tersebut.
Kesedihan terjadi karena kita kehilangan apa yang kita miliki, atau melihat
suatu hal yang menyentuh batin kita. Menurut Parkes, kesedihan yang
berkepanjangan dapat menyebabkan seseorang frustasi, menyalahkan diri sendiri,
menyembunyikan kesedihannya. (Minderop, 2013: 44)
Rasa benci disebabkan karena perasaan dendam, marah, iri hati, dan cemburu.
Seseorang yang merasa benci dengan orang lain akan merasa puas bila ia dapat
melihat kehancurannya atau ia sendiri yang menghancurkan.
Cinta sebagai salah satu klasifikasi emosi memiliki bentuk yang rumit.
Cinta tak hanya sebatas ketertarikan pribadi antar orang. Lebih dari itu,
hubungan ibu-anak, antar sesama, individu dengan Tuhan, individu dengan negara,
dan individu dengan diri sendiri. Kerumitan hubungan tersebut dapat dimasukkan
sebagai konflik dalam emosi cinta.
PEMBAHASAN
3.1 Sinopsis Sang Pangeran Pati
Cerita dimulai ketika Suryo Baskoro (wapimred) menghadap Prihastuti Kususmo
(pimred) koran Cahaya Kita. Tuti –nama panggilan Prihastuti Kususmo– meminta
pendapat Suryo mengenai kehadiran Walokita yang hendak berkunjung. Kemudian
dirinya dimintai bantuan untuk menyiapkan file berkitan dengan Walikota dan
megatakan pada sekretaris redaksi untuk menyiapkan file berkaitan dengan
Kotamadya. Setelah itu, cerita berganti Suryo yang menggoda Redaktur Opini,
memanggil Basuki (koordinator liputan), menginterview Rudi Hamonangan
terkait tugas yang hendak diberikan.
Sebagai wakil pimred yang memiliki kewenangan, Suryo berani mengganti opini
tentang Walikota. Apa yang dilakukannya itu membuat Yuni, Redaktur Opini marah
dan kecewa. Tak hanya itu, Suryo pun menerjunkan reporter baru bernama Rudi
untuk mengorek data mengenai korupsi dari Pak Murdanu.
Perbuatan licik Suryo tak cukup sampai di situ. Ia bahkan telah melakukan
tindakan curang terhadap media lain. Semua sepak terjangnya telah diketahui
oleh pegawai Cahya Kita. Namun, Titi sebagai pimred justru tak mengetahui hal
itu. ia juga telah menerima suap sebesar 1 M untuk
Semua yang dilakukan Suryo tak lepas dari dendam masa lalunya karena pernah
direndahkan oleh ayah sang kekasih. Surti, kekasihnya adalah orang yang sangat
kaya, terhormat, dan sombong. Ayah Surti menabrak sepeda motor Shogun tujuh
tahun lalu saat dirinya sedang apel. Kejadian tersebut masih membekas di
dadanya, yang membuat dirinya terobsesi dengan uang, bagaimanapun caranya.
Mengetahui perbuatan Suryo yang serba licik dan curang, Pak Broto Kusumo,
pemilik Cahaya Kita melakukan reorganisasi. Dalam reorganisasi itu, Surya
mendapat bagian sebagai Redaktur Pelaksana.
Sepak terjang Suryo tak berhenti sampai di situ. Sebagai redaktur
pelaksana, ia telah berani menggunakan mesin cetak perusahaan untuk membantu
saudara iparnya yang hendak mencalonkan diri sebagai gubernur. Kampanye yang
diprakarsai olehnya itu telah membawanya kepada petakanya sendiri.
Suryo telah kembali bersama Surti lantaran ayah Surti telah meninggal. Baru
sebentar merasakan kebahagiaan, mendadak ia dicelakai oleh orang. Dirinya
menhilang selama dua hari tanp kabar sedikitpun. Hal ini membuat semua orang
cemas. Rupanya ia disembunyikan di hotel dan dipaksa menuruti keinginan calon
gubernur sebagai lawan kakaknya. Hal itu karena ia telah mencemarkan nama baik.
Namun, Suryo tetap teguh pendirian.
Belum sempat disakiti, ia telah diselamatkan oleh Surti. Surti mengetahui
keberadaan Suryo melalui alat pelacak yang ditaruh di bemper mobil belakang.
Semua orang pun turut berempati atas perkara yang menimpa dirinya. Bahkan, Tuti
yang gemas pun tak tega melihat Suryo yang diperlakukan seperti itu.
Beberapa waktu kemudian, Suryo dan Surti menikah. Mereka berdua lantas
memutuskan untuk melanjutkan studi lanjut S3 di Michingan, Amerika. Hal itu
didasari oleh diterimanya pengajuan pendidikan Surti tiga bulan yang lalu. Dan
agar lebih leluasa, mereka pun memutuskan untuk menikah.
Cerita berakhir dengan kabar gembira bahwa kakak iparnya, yang dibela
mati-matian kini telah menjadi gubenur. Sedangkan salah seorang yang dulu pernah
menganiayanya ditemukan tewas di tengah samudra dalam kondisi yang
memprihatinkan.
3.2 Tokoh dan Penokohan
Sebelum menganalisis sebuah karya sastra dengan analisis psikologis, maka
karya sastra perlu dianalisis dengan
menggunakan teori sastra. di dalam karya sastra terdapat unsur-unsur
intrinsik yang meliputi: tema, alur, latar/setting, amanat, sudut pandang꧈ dan tokoh dan penokohan. Dalam subbab ini, penulis akan
menguraikan lebih lanjut terkait unsur intrinsiknya.
Dalam novel Sang Pangeran Pati, tema yang diusung ialah kehidupan modern
dan intelek masyarakat Jawa. Hal ini ditandai dengan penggunaan dialog yang
sudah bercampur bahasa Inggris, perguruan-perguruan tinggi luar negeri,
berbagai macam merk kendaraan, berbagai orang dengan jabatan yang berpengaruh,
dan sikap setiap tokoh dalam menghadapi konflik.
Alur yang digunakan oleh pengarang merupakan alur campuran. Alur maju terdapat pada bab 1 dan bagian awal bab 2.
Kemudian di pertengahan bab 2 alur mundur, menerangkan tentang Suryo yang
mengingat kejadian tujuh tahun silam. Untuk bab selanjutnya, 3 hingga 6
mengggunakan alur maju.
Latar terbagi menjadi tiga; tempat, waktu, suasana. Latar tempat terjadi di
kota Surabaya, terutama di kantor Cahaya Kita dan daerah sekitarnya. Latar
waktu terjadi di zaman sekarang. Menurut penulis, latar waktu terjadi saat
periode pemilihan gubernur. Hal itu terlihat dari perjuangan Haryo Guritno dan
Suryo dalam mengupayakan berbagai jalan agar sukses menjadi gubernur Surabaya.
Suasana yang mewarnai cerita didominasi oleh suasana amarah, meskipun terdapat
juga suasana senang (saat Suryo kembali menjalin hubungan dengan Surti),
suasana haru (ketika Suryo berhasil diselamatkan Surti), dan suasana takut
(saat Tuti menghadiri rapat bersama (Sarikat Penerbitan Pers).
Amanat disampaikan penulis dalam dua cara, tersirat dan tersurat. Secara
tersirat, penulis menyampaikan melalui tingkah laku tokoh dalam lingkungannya dan sikapnya menghadapi
tokoh lain, serta dialog antar tokoh. Secara tersurat, penulis menyampaikan
pesan di akhir ceritanya, bahwa manusia hanyalah makhluk Tuhan yang menjalani
kehidupan sesuai dengna kehendak-Nya.
Sudut pandang yang digunakan oleh penulis menggunakan sudut pandang orang
ketiga seerba tahu. Hal ini dapat diketahui dari teks bahwa kata ganti yang digunakan
adalah “dia” atau dengan menyebut namanya. Serba tahu karena penulis mampu
menyampaikan apa yang ada di dalam hati setiap tokoh.
Menurut Em Foster dalam opini Tito S. Budi (2013) mengatakan bahwa tokoh
terbagi menjadi a flat character dan a round character. A flat
character merupakan tipe tokoh denngan perwatakan datar –jika baik, maka
akan baik seterusnya, sedangkan a round character merupakan tokoh dengan sifat yang
berubah-ubah, kadang menjadi antagonis, kadang protagonis. Dalam novel ini ada
banyak sekali tokoh yang diperankan dalam cerita.
3.3 Konflik dan Penyelesaian
Secara garis besar, novel Sang Pangeran Pati memiliki konflik yang naik
turun sehingga mampu membawa kejiwaan pembaca berubah-ubah. Di bawah ini,
penulis akan menjabarkan satu persatu konflik yang dialami oleh tokoh cerita
beserta klasifikasi emosi dan mekanisme pertahanannya.
·
Suryo Baskoro
Tokoh Suryo Baskoro mengalami beberapa bentuk
konflik batin dan konflik lahir. Ada sebanyak 3 konflik batin dan 3 konflik
lahir.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Batin
|
Suryo Baskoro sedih mengingat pernah dihina
ayah Surtikanti, kekasihnya.
|
Suryo mengabaikan karena beberapa waktu
kemudian ponselnya berdering. (Apatis)
|
62
|
22
|
Lahir
|
Suryo merasa dirinya dicap sebagai orang
yang bersalah meskpun secara tidak langsung.
|
Ia merendahkan diri dan mengira orang lain
yang melakukannya. (Proyeksi)
|
63
|
33
|
Batin
|
Suryo tak mendapat restu dari ayah
Surtikanti.
|
Ia memutuskan akan terus memperjuangkan, tak
peduli hambatan apa pun yang melintang di depannya, sejkalipun dari ayah
kekasihnya. (Agresi)
|
85
|
44
|
Lahir
|
Suryo turun jabatan dari wapimred menjadi
redaktur pelaksana.
|
Suryo menerima dan berpikir bahwa dirinya
pun tetap bisa bertindak meski hanya redaktur pelaksana. (Rasionalisasi)
|
117-118
|
55
|
Batin
|
Suryo merasa dirinya mendapat karma karena
pernah membeli koran media lain.
|
-
|
224
|
66
|
Lahir
|
Suryo diculik dan dianiaya. Ia juga dipaksa
menuruti kehendak jahat orang lain.
|
Suryo tetap teguh pendirian dan tidak terpengaruh
meskipun tubuhnya sakit. Ia bahkan menantang lebih memilih mati daripada
tunduk. (Agresi)
|
134-141
|
·
Prihastuti Kusuma
Prihastuti Kusuma, dalam cerita biasa
diapnggil Tuti, memiliki beberapa
konflik. Konflik batin sebanyak 1 kali, sedangkan konflik lahir sebanyak 6
kali. Hal ini menggambarkan bahwa sebagai Pimred, Tuti sering berhubungan
dengan orang-orang di luar sana.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
lahir
|
Tuti merasa kesal atas omong besar Walikota
saat dalam pertemuan.
|
Tuti menumpahkan kekesalannya kepada Suryo.
(Pengalihan)
|
24
|
22
|
lahir
|
Tuti marah atas perlakuan Guritno kepadanya
yang ia anggap sebagai hinaan.
|
Ia membiarkan dan bersiap untuk menghadapi
tindakan lawan selanjutnya. (Agresi)
|
27
|
33
|
lahir
|
Tuti merasa sedang disindir oleh Antoni
Purba.
|
Ia menekan sindiran itu sehingga
terbayang-bayang terus dipikirannya apa yang dikatakan Antoni Purba hingga
membuatnya segera mencari tahu. (Rasionalisasi)
|
45-46
|
44
|
batin
|
Tuti sedang memikirkan siapa orang yang
telah berbuat tak sesuai aturan di perusahaannya.
|
Ia benar-benar ingin tahu dan itu membuatnya
penasaran juga hingga terlalu memikirkannya. (Represi)
|
52
|
55
|
batin
|
Tuti menebakk-nebak perilaku Suryo yang aneh
belakangan ini.
|
Tuti mencoba menyelesaikannya dengan
memerintah Suryo menemuinya.
|
60
|
66
|
lahir
|
Tuti dimarahi habis-habisan oleh Ki Dalang
Purboyono melalui telepon.
|
Tuti menghadapinya dengan sabar, meski
terdapat sedikit amarah. ( Reaksi Formasi)
|
96 – 97
|
77
|
lahir
|
Tuti merasa ayahnya, Broto Kusumo telah
menghukum berat Suryo Baskoro.
|
Tuti tak mampu melawan, hanya menurut dan
pasrah dengan keputusan sang ayah.
(Apatis)
|
112-113
|
88
|
lahir
|
Tuti merasa khawatir kepada Suryo yang telah
menghilang beberapa hari.
|
Tuti dibantu Wisnu mencari keberadaan Suryo,
meskipun hatinya kesal. (Reaksi Formasi)
|
126-127
|
·
Surtikanti
Surtikanti
mengalami sedikit konflik dibanding degan tokoh-tokoh penting lainnya.
Dalam analisis, ditemukan dirinya mengalami konflik batin sekali dan konflik
lahir dua kali.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Lahir
|
Surtikanti marah karena dirinya hendak
disuap.
|
Surtikanti melawan dan tetap teguh pada
pendirian. (Agresi)
|
72
|
22
|
batin
|
Surtikanti merasa sedih atas perilaku
Ayahnya terhadap Suryo. Ia juga kesal karena hubungan asmaranya dilarang.
|
Surti melawan kebijakan ayahnya. (Agresi)
|
86-87
|
33
|
Lahir
|
Surtikanti diajak menikah oleh Sony Hapsoro,
padahal ia mencintai Suryo Baskoro.
|
Surtikanti berkata jujur bahwa ia telah
kembali pada Suryo dan tidak mau menikah dengan Sony. (Reaksi Formasi)
|
150-151
|
·
Basuki
Basuki hanya meraa marah lantaran atasannya,
Suryo tidak mau mendengarkan alasannya.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Batin
|
Basuki merasa kecewa dengan janji-janji yang
diberika Suryo.
|
Ia menunjukkan kemarahannya pada Wahyuni.
(Pengalihan)
|
14
|
·
Sri Wahyuni
Sikapnya membuat Wahyuni tidak mudah menerima
kebaikan orang lain, setelah orang itu mengobrak-abrik tanggungjawabnya.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Batin
|
Yuni sangat marah karena seseorang telah
mencampuri tanggungjawab pekerjaannya.
|
Yuni menghindari ajakan Suryo sarapan pagi
lantaran rasa marah. (Apatis)
|
29-30
|
·
Rudi Hamonangan
Cerdas, cepat, dan tepat adalah sikap Rudi
Hamonangan. Ia juga menurut pada atasan dan tanpa daya kritis sedikitpun. Hal
itu terlihat dalam beberapa konflik di bawah ini.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
batin
|
Rudi merasa ragu untuk menerima uang dari
Suryo. Uang itu dimasukkan sendiri oleh Suryo ke dalam sakunya.
|
Rudi bingung, namun ia pasrah dan menuruti
saja perintah Suryo untuk menerima uangnya. ( Apatis)
|
20
|
22
|
batin
|
Rudi bingung menerima uang sebanyak satu
juta dari Murdanu.
|
Ia menelepon Suryo untuk meminta
pertimbangan. Ia pun melaksanakan tugas dengan sepenuh hati. (Rasionalisasi)
|
38-39
|
batin
|
Rudi merasa tidak enak hati mendapat hadiah
mobil Karimun dari Suryo.
|
Rudi akhirnya menerima hadiah itu, meskipun
ia merasa aneh. Ia melakkukan pembenaran bahwa rizi, jodoh, dan mati sudah
ada yang mengatur. (Rasinalisasi)
|
67-70
|
·
Raharjo
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Batin
|
Ia kesal dengan atasannya yang maunya untung
terus, tak mengakui kesalahan, dan menyebalkan.
|
Raharjo hanya membatin dalam hati dan tak
melakukan apa-apa terhadap sikap atasannya, Bambang Berhala. (Represi)
|
76
|
·
Bambang Berhala
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Lahir
|
Bambang Berhala kesal karena Surtikanti tak
mau tanda tangan. Dirinya juga tak mau rugi.
|
Bambang Berhala merengek-rengek dan
meberikan sumpah serapah pada Surtikanti seperti anak kecil. (Regresi)
|
74-75
|
·
Suryono Adirasa
Dia adalah ayah dari Surtikanti yang sejak
awal tidak menyukai Suryo sebagai pacar putrinya. Ia bahkan dengan kejam
mengganti no simcard anaknya agar tidak dapat dihubungi oleh Suryo.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
Lahir
|
Suryono sakit keras dan hendak menemui ajal,
namun ia ingat kesalahannya pada Suryo.
|
Suryono meminta maaf melalui sebuah tulisan.
(Rasionalisasi)
|
90-91
|
·
Broto Kususmo
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
lahir
|
Broto Kusumo sudah lelah dan ingin pensiun.
Ia juga kecewa dengan sikap Suryo yang dulu dibangga-banggakan.
|
Broto Kusumo mengambil keputusan yang tegas
untuk menggeser posisi duduk Suryo. (Rasionalisasi)
|
110
|
·
Aryo Guritno
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
lahir
|
Aryo Guritno bingung karena Suryo turun
pangkat. Ia mencemaskan kedudukannya dalam calon pilgub.
|
Aryo Guritno meminta Suryo keluar dari pers
“Cahaya Kita”. (Agresi)
|
117-118
|
·
Mandor Suradi
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
lahir
|
Mandor Suradi geram melihat orang menyebar
dan membaca kampanye oposisi dari calon yang didukung
|
Ia melapor kepada atasan dan tidak tinggal
diam. (Agresi)
|
121
|
·
Pratiwi
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
batin
|
Pratiwi merasa sedih ditinggal oleh
suaminya.
|
Ia merasa itu sudah ketentuan yang Maha
Kuwasa. (Rasionalisasi)
|
147
|
·
Sony Hapsaro
Sudah lama tokoh Sony Hapsoro ini memendam
rasa cinta kepada Surtikanti. Malangnya, kini Surtikanti telah menemui Suryo
dan kembali menjalin hubungan karena sudah mendapat restu dri sang Ayah.
NNo
|
Bentuk konflik
|
Diskripsi
|
Mekanisme pertahanan
|
Halaman
|
11
|
batin
|
Sony merasa sedih mendengar Surtikanti telah
kembali pada Suryo.
|
Ia mencoba mengikhlaskan Surti, meskipun ia
mencintainya. (Apatis)
|
152
|
SIMPULAN
Novel Sang
Pangeran Pati merupakan novel yang bergenre roman. Novel ini menonjolkan
sisi kehidupan pers daripada hanya sekedar cinta antara sepasang kekasih.
Sentuhan-sentuhan intelektual yang disematkan dalam dialog maupun penggambaran
latar menjadi salah satu daya tarik novel ini. Mengapa? Karena kebanyakan
cerita bahasa Jawa menggali informasi dari budaya Jawa itu sendiri.
Setelah dilakukan
analisis menggunakan teori psikologi sastra, ditemukan konflik beserta
mekanisme pertahannannya. Di dalam beberapa konflik tersebut juga terdapat
klasifikasi emosi yang menyertai. Novel ini memiliki pertahanan represi,
pengalihan, proyeksi, rasionalisasi, reaksi formasi, agresi dan apatis, serta
regresi.
Penelitian ini tentu masih banyak kekurangan. Sangat
disarankan untuk melakukan penelitian-penelitian psikologi sastra agar dapat
dipahami lebih dalam serta memberikan informasi lebih para pembaca terhadap isi
karya sastra.
DAFTRA PUSTAKA
Gunawa, Fitri. 2013. Sang Pangeran Pati. Depok: Q
Publiser.
Jayanti, Efi Tri dan Darni. 2014. “Kadurjanan ing
Jagading Jurnalisme Sajrone Novel Sang Pangeran Pati Anggitane Fitri Gunawan”. Baradha,
Vol 2, No 3. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya.
Minderop, Albert. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2009. Teori Pengkajian Fiksi.
Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Rahayu, Dwi Hening. 2014.
“Kohesi dan Konferensi dalam Novel Sang Pangeran Pati Karya Fitri
Gunawan”. Skripsi. Surakarta:
Universitas Negeri Surakarta
Wiyatmi. 2011. Psikologi Sastra Teori dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Kanwa publiser.
Siswantoro. 2005. Metode Pnelitian Sastra: Analisis
Psikologis.Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.
No comments:
Post a Comment
kritik dan sarannya semogaa bisa membantu :)