Judul Buku : Hendrick
Penerbit : Bukune
Tahun terbit : 2016
Penulis : Risa Saraswati
Genre : Novel
Namanya Hendrick, salah seorang sahabat
Risa yang menjadi tokoh utama dalam novel berjudul sama yang diterbitkan oleh
Bukune pada 2016. Masih tentang hantu, novel ini mengupas kehidupan Hendrick
Konnings semasa hidupnya. Ia hidup pada perkiraan tahun 1880an, sebelum Nippon
datang menyerang seperti yang terjadi pada beberapa sahabat hantu Risa. Namun,
kisah hidupnya tak kalah seru dan karena itulah saya berkeinginan untuk
menceritakan kembali secara sederhana versi saya.
Ayahnya bernama Jeremy Konnings dan ibunya
adalah Nina Konnings. Ayahnya adalah seorang jenius berkebangsaan Netherland,
sedangkan ibunya berkebangsaan Perancis. Sebagai keturunan pengusaha dan
pemilik perkebunan anggur, keduanya bisa dibilang bukan orang sembarangan. Mereka
termasuk orang terhormat yang berada di Hindia Belanda untuk tujuan penelitian
pohon kina. Di Hindia Belanda pula
Hendrick lahir. Jadi, meskipun ia merupakan bangsa Netherland, ia tak pernah
sekalipun menghirup udara tanah airnya hingga kematian menjemput.
Hendrick tidak memiliki masalah dengan
teman sekolah maupun orang-orang disekelilingnya. Bahkan bisa dibilang
kehidupannya sangatlah ceria. Ia memiliki seorang sahabat bernama Hans yang ia
temukan saat memanjat benteng belakang rumah. Saat itu Hendrick sedang kecewa
dengan ibunya yang jahil atas leluconnya yang berlebihan. Sifat inilah yang
menurun kepada Hendrick. Hans merupakan sahabat sekaligus teman bermain
sehari-hari Hendrick.
Semuanya berjalan baik-baik saja hingga
pada suatu hari Jeremy meninggal secara dadakan ketika sedang asyik-asyiknya
berlibur di pekebunan bersama keluarga dan Hans. Nyonya Nina Konnings mendadak
depresi berat setelah kematian suaminya. Ia justru menyalahkan Hendrick secara
berlebihan atas peristiwa tersebut. Dirinya bahkan membencinya dan tidak
menganggapnya sebagai anak lagi. Hendrick yang frustasi kemudian meminta Helena
untuk menghibur ibunya. Helena adalah perempuan sebayanya yangtidak sengaja
menabraknya ketika berangkat sekolah bersama Hans. Sejak saat itu Helena
menjadi akrab beberap saat, sebelum akhirnya memilih untuk pergi lantaran tidak
ingin merebut perhatian Nina dari Hendrick. Helena datang dan di saat itulah
Nyonya Konnings menjadi-jadi dalam membenci Hendrick. Ia menganggap Helena
sebagai putri pertamanya yang meninggal bernama Angeline. Semenjak itu, Helena
selalu di sampingnya dan Hendrick terlupakan.
Meskipun ia tidak dianggap sebagai seornag
anak oleh ibu kandungnya sendiri, ia tetap senang karena setidaknya Helena
telah mengembalikan semangat baru untuk ibunya. Ibunya tidak lagi murung dan
menangis di pusara ayahnya berhari-hari. Meskipun yang membuat bahagia ibunya
bukan dirinya, melainkan Helena.
Terkadang, ada rasa kehilangan ketika ia
tidak pernah diperhatikan. Beruntungnya Hans dan Omanya selalu berbaik hati.
Oma dan Hans selalu menghiburnya saat ia sedang bersedih lantaran ibunya
seringkali membentak jika ia melihatnya sedang berdekatan dengan Helena. Biar
bagaimanapun Hendrick masih anak-anak.
Puncaknya ialah ketika Hendrick sakit
keras dan ibunya tetap tak peduli. Ia bahkan menderita sakit yang tidak
diketahui penyebabnya dan semakin hari semakin memburuk. Seringkali dokter hanya
mampu memberinya obat bius hanya untuk meredakan sakit yang dideranya. Dalam
ketidaksadarannya, Hendrick seringkali memanggil ibunya, meminta dipeluk dan
disayang seperti halnya dulu. Bahkan ketika di bawa ke rumah sakit, Nina
Konnings tak juga ikut serta. Nina Konnings benar-benar telah mengalami depresi
akut.
Jeremy sang ayah tidak tinggal diam. Ia
mendatangi Nina Konning dalam mimpinya ketika ia habis menangis seharian karena
Helena mengatakan dengan tegas bahwa ia bukan Angeline dan memutuskan pergi.
Dalam mimpi tersebut ia tersadar kembali akan Hendrick. Malang sekali, di saat
ia sadar waktu Hendrick sudah tidak lama lagi. Hendrick pun meninggal dalam
pelukan ibunya. Dan tak lama setelah itu, Nina Konnings memilih bunuh diri.
Kisah ini bisa dibilang cukup menyedihkan,
menurutku. Seorang ibu yang begitu depresi malah menyalahkan anaknya sendiri,
seseorang yang seharusnya diperhatikan dan disayang karena tinggal dirinyalah
satu-satunya anggota keluarga. Kita memang tidak bisa menyalahkan Nina Konnings
sebagai ibu lantaran apa yang dialaminya ialah murni kesalahan mental. Ia
bahkan tidak menyadari bahwa ketika ia depresi akut, ia telah melakukan banyak
hal yang menyakiti buah hatinya hingga jatuh sakit.
Betapa kita amat beruntung jika dikaruniai
keluarga yang lengkap dan saling menyayangi satu sama lain, meskipun kadang
masih dalam kekurangan secara material. Perlu diingat, bahwa jauh di luar sana
masih ada orang-orang bergelimang harta, memiliki kasta yang tinggi, dan selalu
dihormati namun tidak pernah merasakan indahnya kehangatan keluarga.
No comments:
Post a Comment
kritik dan sarannya semogaa bisa membantu :)